Scroll untuk baca artikel
BeritaEdukasi

Mencintai Diri Sendiri: Kunci Hidup Tenang Menurut Islam

94
×

Mencintai Diri Sendiri: Kunci Hidup Tenang Menurut Islam

Share this article

Penulis ; acank | Editor ; asyary |

ppmindonesia.com.Jakarta — Dalam hiruk-pikuk kehidupan modern, damainya hati seringkali menjadi barang langka. Banyak dari kita justru terjebak dalam lingkaran perasaan yang menyiksa: menyesali masa lalu, mengeluh di masa kini, dan cemas akan masa depan. Padahal, Rasulullah SAW mengajarkan untuk senantiasa bersyukur dan berprasangka baik kepada Allah SWT. Bagaimana sebenarnya konsep mencintai diri sendiri yang sejati dalam perspektif Islam?

Seorang yang benar-benar mencintai dirinya akan menunjukkan tiga ciri utama. Pertama, ia tidak menyesali masa lalunya. Kedua, ia mampu menikmati dan mensyukuri masa kini. Ketiga, ia tidak diliputi ketakutan dan kecemasan berlebihan terhadap masa depan.

Sayangnya, realitas hari ini justru menunjukkan kebalikannya. Betapa banyak di antara kita yang terus menerus menyiksa diri dengan penyesalan. Cirinya mudah dikenali, yaitu sering berpikir “coba-coba”: “Coba kemarin aku tidak melakukan hal itu,” atau “Coba waktu itu aku mengambil pilihan yang lain.” Pikiran seperti ini adalah tanda bahwa kita belum berdamai dengan diri sendiri dan takdir yang telah Allah tetapkan.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)

Ayat ini mengingatkan kita bahwa di balik setiap peristiwa masa lalu, baik yang terasa pahit maupun manis, selalu ada hikmah dan ketentuan terbaik dari Allah. Mencintai diri berarti percaya bahwa semua yang telah terjadi adalah bagian dari proses yang telah digariskan-Nya.

Ciri kedua yang sering luput adalah tidak menikmati masa kini. Tandanya adalah mudah mengeluh. Cobalah membuka media sosial, akan kita temui beragam keluhan dari segala lapisan masyarakat. Mulai dari urusan pekerjaan, cuaca, hingga keadaan negara. Mengeluh adalah pertanda hati tidak mampu mensyukuri nikmat yang ada pada detik ini.

Imam Ali bin Abi Thalib RA berkata, “Kekayaan yang paling utama adalah kaya hati (kaya jiwa).” Kekayaan jiwa inilah yang membuat seseorang mampu melihat secercah cahaya dalam gelap, mampu menemukan ketenangan dalam kesempitan. Ketika masa kini disikapi dengan keluh kesah, maka wajar jika masa depan terasa menakutkan. Kecemasan akan hari esok pun menjadi bayang-bayang yang menghantui.

Inilah yang akhirnya menjadi sumber dari benci terhadap diri sendiri dan bahkan depresi. Jiwa yang tidak dicintai, tidak dirawat dengan syukur dan tawakal, akan menjadi lemah.

Allah SWT menjanjikan ketenangan bagi hati yang dekat dengan-Nya:

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

Mencintai diri sendiri dalam Islam bukanlah tentang memanjakan ego atau bersikap narsistik. Justru, mencintai diri adalah dengan menyadari bahwa diri ini adalah amanah dari Allah. Mencintainya berarti mengisinya dengan iman, membersihkannya dari dosa dan penyesalan, menghiasinya dengan syukur, dan menyerahkan masa depannya hanya kepada Sang Pencipta.

Dengan kembali kepada konsep ini, kita akan menemukan ketengan sejati. Berhenti menyalahkan masa lalu, berhenti mengeluh di masa kini, dan menyerahkan masa depan dengan penuh keyakinan kepada Allah SWT. Itulah wujud cinta kita yang paling tulus kepada diri sendiri.(acank)

Example 120x600