Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Menafsirkan Halal-Haram: Dari Larangan Menjadi Kemuliaan

74
×

Menafsirkan Halal-Haram: Dari Larangan Menjadi Kemuliaan

Share this article

Penulis; emha | Editor: asyary

ppmindonesia.com. Jakarta — Saat mendengar kata halal dan haram, sebagian orang sering merasa agama hanya penuh larangan. Padahal, jika ditelusuri lebih dalam, konsep halal-haram dalam Islam bukan sekadar aturan boleh atau tidak boleh. Ia adalah jalan Allah untuk menjaga manusia agar tetap mulia.

Buya Syakur Yasin pernah menegaskan, “Kalau Allah mengharamkan sesuatu, itu bukan karena Allah ingin mempersulit kita. Tapi karena Allah ingin menjaga kita dari hal-hal yang merendahkan martabat manusia. Haram itu justru bentuk kehormatan.”

Larangan yang Menyelamatkan

Al-Qur’an menegaskan bahwa hukum-hukum syariat diturunkan untuk membawa kemudahan, bukan kesulitan. Allah berfirman:

يُرِيدُ ٱللَّهُ بِكُمُ ٱلۡيُسۡرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ ٱلۡعُسۡرَ
“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS Al-Baqarah [2]:185).

Bayangkan saja pagar pembatas di tepi jurang. Sekilas ia terlihat menghalangi langkah kita. Tapi sesungguhnya, pagar itu menyelamatkan kita dari bahaya. Demikian pula halal-haram. Ia bukan belenggu, melainkan pelindung.

Halal: Luas, Haram: Terbatas

Jika kita cermati, yang halal dalam hidup ini jauh lebih banyak daripada yang haram. Al-Qur’an menegaskan:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي ٱلۡأَرۡضِ حَلَـٰلٗا طَيِّبٗا
“Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal lagi baik yang terdapat di bumi.” (QS Al-Baqarah [2]:168).

Artinya, hampir semua makanan di bumi halal. Hanya segelintir yang dilarang karena memang berbahaya bagi tubuh dan jiwa. Maka, halal-haram sesungguhnya bukan untuk membatasi ruang gerak, tetapi mengarahkan kita pada kebaikan.

Haram Sebagai Kehormatan

Menurut Buya Syakur, orang yang menjauhi yang haram sejatinya sedang menjaga kehormatan dirinya. Misalnya, menjauhi riba bukan sekadar soal hukum ekonomi, tapi cara menjaga harga diri agar tidak jatuh dalam lingkaran ketamakan.

Sejalan dengan itu, Imam Al-Ghazali menyebut bahwa seluruh hukum syariat bertujuan menjaga lima hal pokok: agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Semua aturan halal-haram berpangkal pada perlindungan terhadap kelima hal tersebut.

Menjadi Muslim yang Mulia

Dengan kacamata ini, halal-haram tidak lagi dipahami sebagai sekadar daftar larangan. Ia adalah pagar yang menjaga, petunjuk yang menuntun, dan jalan untuk hidup lebih mulia.

“Jangan terjebak melihat haram sebagai sekadar larangan. Ia adalah bentuk kasih sayang Allah,” kata Buya Syakur menutup kajiannya.

Maka, setiap kali kita memilih yang halal dan menjauhi yang haram, sesungguhnya kita sedang menghormati diri sendiri, menjaga keluarga, dan memuliakan hidup kita.(emha)

Referensi: Artikel ini disarikan dari kajian Buya Syakur Yasin dan ditujukan untuk memandu umat dalam mamaknai halal dan haram  secara lebih aplikatif.

Example 120x600