Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Kemenangan Islam Bukan dengan Pedang, Tapi dengan Petunjuk dan Fitrah

68
×

Kemenangan Islam Bukan dengan Pedang, Tapi dengan Petunjuk dan Fitrah

Share this article

Penulis: syahida| Editor: asyary|

ppmindonesia.com.Jakarta — Islam tidak pernah menaklukkan dunia dengan pedang, melainkan dengan cahaya petunjuk dan kekuatan fitrah manusia. Sejarah panjang peradaban Islam menunjukkan bahwa kemenangan sejati bukanlah pada penaklukan wilayah, tetapi pada penaklukan hati dan kesadaran manusia terhadap kebenaran yang bersumber dari wahyu Allah.

Dalam kajian Qur’an bil Qur’an di kanal Syahida, Husni Nasution menjelaskan bahwa Al-Qur’an menegaskan misi kerasulan Muhammad ﷺ bukan untuk menundukkan manusia dengan kekuasaan, melainkan untuk mengembalikan manusia kepada fitrahnya — kepada cahaya petunjuk yang membebaskan dari kegelapan kemusyrikan dan hawa nafsu.

Allah berfirman dalam Surah At-Taubah ayat 33:

هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَىٰ وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ

“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik membencinya.” (QS. At-Taubah [9]: 33)

Menurut Nasution, kata “bil-huda” (dengan petunjuk) dalam ayat tersebut menegaskan bahwa metode perjuangan Islam adalah pencerahan, bukan pemaksaan. Kemenangan yang dimaksud bukan dominasi politik atau militer, melainkan keunggulan kebenaran yang diterima fitrah manusia.

Kemenangan yang Menyentuh Nurani, Bukan Sekadar Kekuasaan

Rasulullah ﷺ menaklukkan Makkah bukan dengan pedang terhunus, tetapi dengan ampunan dan kasih sayang. Jiwa-jiwa yang sebelumnya menentang keras justru luluh ketika melihat akhlak dan kejujuran beliau. Inilah bentuk nyata kemenangan Islam melalui petunjuk dan fitrah.

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ ۖ قَد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ

“Tidak ada paksaan dalam agama; sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 256)

Nasution menafsirkan ayat ini dengan pendekatan Qur’an bil Qur’an, yakni menautkannya dengan ayat lain dalam Surah Yunus ayat 25:

وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَىٰ دَارِ السَّلَامِ وَيَهْدِي مَن يَشَاءُ إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ

“Dan Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (tempat keselamatan) dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (QS. Yunus [10]: 25)

Dengan demikian, kemenangan Islam yang dimaksud Al-Qur’an adalah kemenangan spiritual dan intelektual — kemenangan kesadaran manusia untuk kembali ke jalan lurus, bukan kemenangan senjata atau kekuatan politik.

Petunjuk Sebagai Cahaya yang Menghidupkan Fitrah

Al-Qur’an menyebut petunjuk sebagai cahaya yang menghidupkan hati manusia. Dalam Surah An-Nur ayat 35, Allah menggambarkan sumber petunjuk itu:

اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ…

“Allah (adalah) cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita…” (QS. An-Nur [24]: 35)

Fitrah manusia sejatinya merindukan cahaya itu. Dalam setiap hati ada benih kebenaran yang akan tumbuh subur bila disirami dengan petunjuk, bukan dipaksa dengan pedang. Itulah sebabnya Islam bertahan melintasi zaman dan budaya — karena ia berbicara dengan bahasa hati, bukan bahasa kekuasaan.

Islam Menang Ketika Manusia Kembali ke Fitrah

Nasution menegaskan, kemenangan Islam yang dijanjikan Allah adalah tegaknya nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kasih sayang di tengah kehidupan manusia. Kemenangan itu hanya bisa dicapai bila umat kembali kepada esensi dakwah Rasulullah ﷺ: membimbing manusia agar mengenal Tuhannya dan menghidupkan nurani yang suci.

Sebagaimana firman Allah:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” (QS. Ar-Rum [30]: 30)

Dengan demikian, kemenangan Islam sejati bukanlah kemenangan satu kelompok atas kelompok lain, melainkan kemenangan manusia atas dirinya sendiri — ketika hati kembali tunduk kepada kebenaran dan akal kembali terang oleh cahaya wahyu. (syahida)

*Husni Nasution, alumnus IAIN Sumatera Utara dari Bogor, dikenal sebagai pemikir kebangsaan dan pengkaji Al-Qur’an. Ia dikenal dengan konsep ‘Nasionalisme Religius’ yang mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan, serta perhatian besar terhadap solidaritas sosial.
Example 120x600