ppmindonesia.com.Jakarta — Al-Qur’an bukan hanya kitab petunjuk spiritual, melainkan juga kitab yang sarat dengan isyarat-isyarat ilmiah, termasuk dalam bidang astronomi. Ayat-ayat tentang manazil (orbit) bulan, pergerakan matahari, dan keseimbangan semesta telah dibuktikan oleh sains modern berabad-abad setelah diturunkannya.
Dalam kajian Quran bil Quran yang dipandu oleh Husni Nasution di kanal Syahida, diungkap secara mendalam bagaimana Al-Qur’an menggunakan terminologi yang sangat presisi untuk menjelaskan hukum alam yang ditetapkan oleh Allah SWT.
“Allah berfirman dalam Surah Yasin ayat 39 dan 40, yang secara gamblang menjelaskan konsistensi orbit bulan dan matahari. Istilah manazil dan falak yang digunakan bukanlah kata biasa, tetapi merujuk pada suatu sistem yang teratur dan dapat dipelajari,” jelas Husni Nasution.
Kajian ini menyoroti QS. Al-An’am [6]: 67 yang menegaskan bahwa setiap perkabaran dalam Al-Qur’an memiliki mustaqarrun (tempat ketetapan atau bukti nyata). Ayat-ayat kosmologis adalah bukti nyata dari janji Allah tersebut, sekaligus undangan untuk bertadabur dan memperkuat keimanan.
Presisi Kosmologi dalam Al-Qur’an
Husni Nasution memulai penjelasannya dengan mengutip firman Allah SWT:
وَٱلْقَمَرَ قَدَّرْنَٰهُ مَنَازِلَ حَتَّىٰ عَادَ كَٱلْعُرْجُونِ ٱلْقَدِيمِ
“Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manazil (tempat-tempat atau fase orbitnya), sehingga (setelah sampai ke manazil terakhir) kembalilah ia seperti bentuk tandan yang tua.” (QS. Yasin [36]: 39)
“Kata ‘manazil’ di sini sangat dalam maknanya. Ini bukan sekadar fase visual bulan dari sabit ke purnama, tetapi merujuk pada posisi-posisi spesifik dalam garis edarnya yang telah ditentukan dengan sangat teliti (qaddarnahu). Prosesnya berulang dan predictable (dapat diprediksi), hingga akhirnya kembali ke bentuk awal seperti ‘urjun al-qadim’ (tandan kurma yang melengkung dan tua), sebuah metafora yang sangat indah dan akurat untuk bulan sabit,” papar Husni.
Lebih lanjut, Al-Qur’an tidak berhenti pada bulan, tetapi juga menjelaskan keteraturan mutlak seluruh benda langit dalam sistem yang harmonis tanpa tabrakan.
لَا ٱلشَّمْسُ يَنۢبَغِى لَهَآ أَن تُدْرِكَ ٱلْقَمَرَ وَلَا ٱلَّيْلُ سَابِقُ ٱلنَّهَارِ ۚ وَكُلٌّ فِى فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
“Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada falak (garis edar/orbit)-nya.” (QS. Yasin [36]: 40)
“Ayat ini adalah sebuah statement ilmiah yang sangat kuat. Matahari dan bulan tidak saling mengejar atau bertabrakan karena masing-masing memiliki falak atau orbitnya sendiri. Ini menunjukkan hukum sebab-akibat, ketetapan, dan keseimbangan (cosmic order) yang diciptakan oleh Allah. Istilah yasbahun (berenang/berlari) memberikan gambaran dinamis tentang pergerakan yang aktif dan terarah,” tambahnya.
Undangan untuk Tadabur Diri dan Semesta
Husni menekankan bahwa penjelasan alam semesta dalam Al-Qur’an bukanlah diktat sains murni, melainkan perintah untuk merenungi kebesaran Penciptanya. Allah SWT berfirman:
وَفِىٓ أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
“Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Az-Zariyat [51]: 21)
“Setelah kita melihat ke langit, melihat keteraturan matahari dan bulan, Allah mengajak kita melihat ke dalam diri sendiri. Lihatlah kompleksitas sistem pernapasan, peredaran darah, saraf, dan DNA. Itu semua adalah mustaqarrun, bukti nyata dan tanda kekuasaan Allah yang tidak kalah dahsyatnya dengan alam semesta,” seru Husni.
Kemudian, dalam ayat lain, Allah menyatakan kemudahan bagi-Nya untuk mengatur semua ciptaan-Nya yang maha luas ini:
مَّا خَلْقُكُمْ وَلَا بَعْثُكُمْ إِلَّا كَنَفْسٍۢ وَٰحِدَةٍ
“Tidaklah penciptaan dan kebangkitan kamu melainkan seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja.” (QS. Luqman [31]: 28)
Al-Qur’an sebagai Pedoman Holistik
Mengacu pada uraian di atas, Husni Nasution menyimpulkan bahwa klaim Al-Qur’an sebagai petunjuk yang sempurna bagi manusia adalah sangat logis. Beberapa ayat yang menjadi dasarnya adalah:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ ٱلْكِتَٰبَ تِبْيَٰنًا لِّكُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَىٰ لِلْمُسْلِمِينَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (muslimin).” (QS. An-Nahl [16]: 89)
إِنَّا أَنزَلْنَٰهُ فِى لَيْلَةٍۢ مُّبَٰرَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ . فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad-Dukhan [44]: 3-4)
مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِن تَصْدِيقَ ٱلَّذِى بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَىْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (QS. Yusuf [12]: 111)
“Ketiga ayat ini menegaskan posisi sentral Al-Qur’an. Ia adalah tibyanan likulli syai-in (penjelasan atas segala sesuatu), fiha yufraqu kullu amrin hakiim (dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah), dan tafshilan kulli syai-in (perincian segala sesuatu). Segala sesuatu yang diperlukan manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, prinsip-prinsipnya telah dijelaskan di dalamnya,” tegas Husni.
Tantangan untuk Selalu Menggali
Husni menutup kajiannya dengan mengingatkan bahwa keterbatasan kita dalam memahami Al-Qur’an bukanlah aib, tetapi justru motivasi untuk terus belajar. Allah SWT berfirman:
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 286)
“Kita tidak dibebani untuk memahami semua rahasia Al-Qur’an sekaligus. Tapi kita diperintahkan untuk terus menggali, sesuai dengan kapasitas ilmu dan kemampuan kita. Setiap kali kita mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, pasti akan selalu ditemukan keajaiban dan kebenaran baru yang menguatkan iman dan mencerahkan pikiran,” pungkas Husni Nasution.
Kajian ini semakin mengukuhkan bahwa Al-Qur’an adalah mukjizat yang selalu relevan sepanjang zaman, menunggu untuk dieksplorasi oleh setiap generasi yang rindu akan kebenaran.(syahida)
*Husni Nasution, alumnus IAIN Sumatera Utara dari Bogor, dikenal sebagai pemikir kebangsaan dan pengkaji Al-Qur'an. Ia dikenal dengan konsep 'Nasionalisme Religius' yang mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan, serta perhatian besar terhadap solidaritas sosial.



























