Scroll untuk baca artikel
BeritaEdukasi

Yahudi, Nasrani, Majusi: Pendidikan Orang Tua Menentukan Jalan Anak

61
×

Yahudi, Nasrani, Majusi: Pendidikan Orang Tua Menentukan Jalan Anak

Share this article

Penulis ; acank | Editor ; asyary |

Sejak dini, pendidikan anak dimulai dari keteladanan orang tua di rumah, bukan semata di sekolah (Foto: Pixabay/Ilustrasi)

ppmindonesia.com.Jakarta – Setiap anak lahir dalam keadaan suci. Namun, perjalanan hidupnya—apakah menjadi seorang yang beriman, penyayang, atau justru berpaling dari kebenaran—sangat bergantung pada tangan siapa ia dibesarkan.

Sabda Rasulullah ﷺ menegaskan dasar pendidikan ini dengan sangat jelas:

“Kullu mauludin yuladu ‘alal fitrah, fa abawahu yuhawwidanihi, aw yunashshiranihi, aw yumajjisanihi.”
“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari & Muslim)

Hadis ini bukan sekadar nasihat moral, tetapi peringatan tegas bahwa pendidikan karakter dan aqidah anak pertama-tama ditentukan oleh lingkungan rumah tangga.

Anak Meniru Sebelum Memahami

Anak tidak belajar dari nasihat, melainkan dari perilaku. Mereka tidak menyerap apa yang kita katakan, tetapi meniru apa yang kita lakukan.

Seorang ulama besar, Imam Al-Ghazali, dalam Ihya’ Ulumuddin menulis:

“Hati anak itu laksana tanah kosong. Apa pun yang ditanam di atasnya, itulah yang akan tumbuh.”

Maka, ketika anak tumbuh dalam rumah tangga yang penuh kasih, kejujuran, dan keimanan, nilai-nilai itu akan membentuk fondasi moral dan spiritualnya. Sebaliknya, bila rumah dipenuhi kemarahan, kebohongan, dan keteladanan palsu, maka di situlah akar kerusakan generasi mulai tumbuh.

 “Anak-anak tidak mendengar nasihat kita, mereka menonton kehidupan kita.”Buya Syakur Yasin

Pendidikan Rumah Tangga: Sekolah Pertama dan Terpenting

Islam mengajarkan bahwa pendidikan pertama seorang anak bukanlah di sekolah, tetapi di rumah. Rumah adalah “madrasah pertama”, dan orang tua adalah “guru utamanya”.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًۭا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلْحِجَارَةُ

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim [66]:6)

Ayat ini tidak hanya berisi ancaman, tetapi juga amanah besar bagi setiap kepala keluarga: untuk menjaga, membimbing, dan menanamkan nilai-nilai tauhid sejak dini.

Keteladanan Lebih Berarti dari Petuah

Psikolog Muslim kontemporer, Dr. Malik Badri, dalam bukunya The Dilemma of Muslim Psychologists, menegaskan bahwa anak-anak tumbuh dengan “meniru struktur emosional orang tua mereka.” Jika orang tua menghadapi masalah dengan sabar, anak belajar ketenangan. Jika orang tua berteriak, anak belajar kemarahan.

Keteladanan adalah bahasa pendidikan yang paling kuat. Itulah sebabnya Rasulullah ﷺ menjadi guru terbesar bukan karena banyaknya kata-kata, tetapi karena akhlaknya yang hidup:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌۭ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًۭا

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan hari akhir serta banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab [33]:21)

Sekolah Hanya Pelengkap

Dalam konteks modern, banyak orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak pada sekolah. Padahal, sekolah hanya memperkuat apa yang telah ditanamkan di rumah. Tanpa dasar keteladanan dari orang tua, pendidikan formal akan kehilangan ruhnya.

Sebagaimana ditegaskan oleh Fazlur Rahman, pemikir Islam asal Pakistan:

“Tidak ada sistem pendidikan yang dapat memperbaiki apa yang telah rusak di rumah.”

Pendidikan di sekolah hanya menyemai benih, tetapi tanah suburnya ada di rumah.

Menanam dengan Kasih, Menuai dengan Doa

Tugas orang tua bukan sekadar mengatur, tetapi menanam nilai dengan kasih sayang. Ketika anak salah, ia perlu dibimbing, bukan dihakimi. Sebab, cara kita mendidik adalah doa yang hidup untuk masa depan mereka.

Allah berfirman:

رَبِّ ٱجْعَلْنِى مُقِيمَ ٱلصَّلَوٰةِ وَمِن ذُرِّيَّتِى ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَآءِ

“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan shalat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim [14]:40)

Doa ini menunjukkan bahwa pendidikan spiritual anak bukan sekadar instruksi, melainkan pengharapan dan ikhtiar yang terus dijaga dalam keseharian.

Mendidik dengan Tindakan

Generasi saleh tidak lahir dari banyaknya nasihat, melainkan dari keselarasan antara kata dan tindakan. Anak-anak tidak butuh orang tua yang sempurna, tapi mereka butuh orang tua yang jujur dalam berusaha dan konsisten dalam teladan.

Sebagaimana nasihat Imam Ali bin Abi Thalib r.a.:

“Didiklah anakmu dengan cara yang berbeda dari didikanmu, karena mereka diciptakan untuk zaman yang berbeda dengan zamanmu.”

Pendidikan sejati adalah ketika anak belajar dari cara kita menjalani hidup —bukan dari banyaknya kata yang kita ucapkan.

 “Rumah yang baik bukan yang megah, tapi yang di dalamnya hadir iman, kasih sayang, dan keteladanan.” (acank)

Example 120x600