ppmindonesia.com.Jakarta – Musik telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Namun di sebagian kalangan, musik kerap dipandang dengan curiga, bahkan dicap haram. Padahal, jika kita kembali kepada Al-Qur’an — satu-satunya sumber hukum yang terjaga dari kesalahan — tidak satu pun ayat yang menyebut bahwa musik, nyanyian, atau seni suara dilarang oleh Allah.
Allah Tidak Pernah Melarang Musik
Dalam Surah Saba’ ayat 13, Allah bahkan menyinggung bagaimana para jin bekerja untuk Nabi Sulaiman — di antaranya menciptakan patung dan bangunan indah sebagai bentuk karya seni.
﴿يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاءُ مِن مَّحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَّاسِيَاتٍ ۚ اعْمَلُوا آلَ دَاوُۥدَ شُكْرًا ۚ وَقَلِيلٌۭ مِّنْ عِبَادِىَ ٱلشَّكُورُ﴾
“Mereka (para jin) membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya: gedung-gedung yang tinggi, patung-patung, piring-piring sebesar kolam, dan periuk-periuk besar yang tetap di atas tungku. Bekerjalah, wahai keluarga Daud, untuk bersyukur kepada Allah! Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang benar-benar bersyukur.” (QS. Saba’: 13)
Ayat ini menunjukkan bahwa seni dan keindahan, termasuk bunyi dan musik, merupakan bagian dari syukur kepada Allah — bukan pelanggaran terhadap-Nya.
Keindahan adalah Karunia, Bukan Larangan
Segala bentuk keindahan yang diciptakan Allah sejatinya adalah nikmat yang patut disyukuri, bukan dicurigai. Allah menegaskan:
﴿قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ ٱللَّهِ ٱلَّتِىٓ أَخْرَجَ لِعِبَادِهِۦ وَٱلطَّيِّبَٰتِ مِنَ ٱلرِّزْقِۚ قُلْ هِىَ لِلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا خَالِصَةًۭ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِۗ﴾
“Katakanlah: Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik? Katakanlah: Semua itu (hal-hal indah dan baik) diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, dan khusus bagi mereka di hari kebangkitan.” (QS. Al-A‘rāf [7]: 32)
Ayat ini secara eksplisit menegur orang-orang yang berani mengharamkan keindahan yang tidak pernah Allah larang. Musik, seni suara, atau bentuk ekspresi indah lainnya termasuk dalam konteks ini.
Larangan Tanpa Dalil adalah Kebohongan terhadap Allah
Allah memperingatkan keras kepada siapa pun yang berani menetapkan halal–haram tanpa dasar wahyu:
﴿وَلَا تَقُولُوا۟ لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ ٱلْكَذِبَ هَٰذَا حَلَٰلٌۭ وَهَٰذَا حَرَامٌۭ لِّتَفْتَرُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ ٱلْكَذِبَ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ﴾
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta: ‘Ini halal dan ini haram,’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” (QS. An-Nahl [16]: 116)
Mengharamkan musik tanpa dasar Al-Qur’an termasuk dalam bentuk “iftiro’ ‘ala Allah” — mengada-adakan kebohongan atas nama Tuhan.
“Allah tidak lupa untuk melarang musik. Jika musik memang haram, tentu Ia sudah menyebutnya secara jelas dalam Al-Qur’an. Ketiadaan larangan berarti kebebasan, bukan kelalaian Tuhan.”
Menyoal Tafsir Keliru: Lahwal Hadits dan Suara Iblis
Sebagian pihak mengutip QS. Luqman ayat 6 tentang lahwal hadits (perkataan sia-sia) sebagai dalil pengharaman musik. Padahal konteks ayat tersebut tidak menyebut musik, melainkan perkataan yang menyesatkan manusia dari jalan Allah. Begitu pula ayat 17:64 yang menyebut “suara setan” — bukanlah musik, melainkan bujukan untuk maksiat.
Ayat-ayat ini mengajarkan prinsip moral, bukan larangan terhadap seni. Musik yang membawa manusia pada kebajikan dan rasa syukur tentu berbeda dari nyanyian yang mengajak pada kelalaian.
Musik Adalah Irama Alam dan Kehidupan
Musik sejatinya hadir di seluruh aspek ciptaan Allah. Detak jantung manusia, suara hujan, gemericik air, desiran angin, hingga kicauan burung — semuanya memiliki harmoni yang menjadi tanda kebesaran-Nya.
Allah berfirman:
﴿وَمَا يَعْلَمُ جُنُودَ رَبِّكَ إِلَّا هُوَ﴾
“Dan tidak ada yang mengetahui bala tentara Tuhanmu selain Dia.” (QS. Al-Muddatsir [74]: 31)
Ayat ini sering dipahami secara luas oleh mufasir modern sebagai gambaran bahwa seluruh makhluk — bahkan suara alam — tunduk dan bertasbih kepada-Nya.
Syukur atas Irama Kehidupan
Musik, nyanyian, dan seni bukanlah dosa — melainkan sarana mengekspresikan rasa syukur dan keindahan hidup yang dianugerahkan Allah. Yang diharamkan bukanlah musiknya, melainkan jika musik itu digunakan untuk menyesatkan, melalaikan, atau menjauhkan manusia dari Allah.
Allah berfirman:
﴿إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَظْلِمُ ٱلنَّاسَ شَيْـًۭٔا وَلَـٰكِنَّ ٱلنَّاسَ أَنفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ﴾
“Sesungguhnya Allah tidak menzalimi manusia sedikit pun, tetapi manusialah yang menzalimi diri mereka sendiri.” (QS. Yunus [10]: 44)
Islam tidak datang untuk membunuh keindahan, tetapi untuk menuntun manusia agar menikmati keindahan dalam batas ketaatan.
 Mengharamkan musik tanpa dasar wahyu bukanlah tanda ketakwaan, melainkan bentuk keterbatasan pemahaman terhadap keluasan rahmat Allah.
“Bekerjalah, hai keluarga Daud, untuk bersyukur kepada Allah.” (QS. Saba’: 13) (acank)
 













 
							

 












