Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Shalat Menurut Makhluk Allah: Perspektif Qur’an

49
×

Shalat Menurut Makhluk Allah: Perspektif Qur’an

Share this article
“Setiap makhluk di langit dan bumi bertasbih dan mengetahui shalatnya.” (QS An-Nur [24]:41)

ppmindonesia.com.Jakarta – Ketika manusia berbicara tentang shalat, yang tergambar sering kali adalah gerakan berdiri, rukuk, sujud, dan salam. Namun dalam kajian Qur’an bil Qur’an di kanal Syahida, Husni Nasution mengajak umat untuk menembus batas itu—melihat shalat bukan sekadar ritual manusia, tetapi bagian dari harmoni semesta yang dihidupi seluruh makhluk ciptaan Allah.

“Burung di udara, ikan di laut, bahkan angin yang berhembus — semuanya menjalankan ‘shalat’ sesuai ketentuan Allah. Maka manusia pun seharusnya menegakkan shalat yang menolak kerusakan.” — Husni Nasution, Kajian Qur’an bil Qur’an

 Shalat: Bahasa Ketaatan Semesta

Husni mengutip firman Allah dalam Surat An-Nur yang memperluas makna shalat melampaui batas manusia:

 اللَّهُ يُسَبِّحُ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالطَّيْرُ صَافَّاتٍ ۖ كُلٌّ قَدْ عَلِمَ صَلَاتَهُ وَتَسْبِيحَهُ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ

“Tidakkah kamu tahu bahwa kepada Allah bertasbih siapa saja yang ada di langit dan di bumi, serta burung-burung yang mengembangkan sayapnya? Masing-masing telah mengetahui cara shalat dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.”(QS An-Nur [24]:41)

Menurut Husni, ayat ini menegaskan bahwa shalat bukan monopoli manusia, melainkan ekspresi keteraturan, disiplin, dan ketundukan universal terhadap hukum Allah.

 “Burung tahu waktunya terbang dan hinggap, air tahu ke mana harus mengalir, matahari tahu kapan terbit dan tenggelam. Semua tunduk, semua patuh, semua ‘shalat’,” ujarnya.

Shalat yang Mencegah Kerusakan

Lebih jauh, Husni mengaitkan makna kosmis ini dengan firman Allah dalam:

 اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

“Bacalah apa yang diwahyukan kepadamu, dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (dzikrullah) itu lebih besar. Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(QS Al-‘Ankabut [29]:45)

“Bila shalat sejati mampu mencegah keji dan mungkar, maka makhluk lain pun ‘bershalat’ dengan cara menolak kerusakan dalam perannya masing-masing,” jelas Husni. “Langit tidak pernah jatuh menimpa bumi, laut tidak melampaui batas pantainya — semua tunduk menjaga keseimbangan.”

 Antara Shalat yang Hidup dan yang Mati

Namun, tidak semua shalat bernilai di sisi Allah. Al-Qur’an mengingatkan bahwa ada shalat yang hidup dan ada yang mati — shalat yang berjiwa dan shalat yang hampa.

 فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

“Maka celakalah orang-orang yang shalat, yaitu mereka yang lalai dari shalatnya.”(QS Al-Ma’un [107]:4–5)

“Ketika shalat kehilangan dzikrullah, ia tinggal gerak tanpa arah,” tegas Husni. “Shalat yang hidup adalah yang menghidupkan kesadaran. Ia bukan hanya rukuk dan sujud, tetapi kekuatan moral yang menolak keburukan.”

Pesan Lintas Makhluk

Bagi Husni, shalat bukan sekadar kewajiban ritual, tapi pesan lintas makhluk. Semesta adalah masjid besar tempat semua ciptaan berzikir.

“Langit, bumi, gunung, binatang — semuanya taat. Lalu mengapa manusia, makhluk yang diberi akal dan wahyu, justru sering lalai dalam shalatnya?” tanyanya lirih.

Ia menutup kajian dengan seruan reflektif:

 “Shalat menurut makhluk Allah adalah keselarasan dengan tujuan penciptaan. Sedangkan shalat manusia harus menjadi cahaya yang menuntun hidup, menghalangi kezaliman, dan menumbuhkan akhlak.”

Kajian ini menjadi pengingat bahwa shalat sejati tidak berhenti di sajadah. Ia menembus batas ruang dan waktu — hidup dalam sikap, mengalir dalam perbuatan, dan menyatu dengan harmoni alam.

Karena dalam bahasa Qur’an, shalat bukan hanya ibadah; ia adalah napas kehidupan semesta.

*Husni Nasution, alumnus IAIN Sumatera Utara dari Bogor, dikenal sebagai pemikir kebangsaan dan pengkaji Al-Qur'an. Ia dikenal dengan konsep 'Nasionalisme Religius' yang mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan, serta perhatian besar terhadap solidaritas sosial.
Example 120x600