Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Sujud: Lebih dari Sekadar Meletakkan Dahi ke Lantai

53
×

Sujud: Lebih dari Sekadar Meletakkan Dahi ke Lantai

Share this article

Penulis; syahida| Editor; asyary

Sujud bukan hanya simbol ketaatan fisik, tetapi cerminan kepasrahan total hati kepada Allah. (doc.ppm)

ppmindonesia.com. Jakarta — Dalam kajian Qur’an bil Qur’an yang disiarkan melalui Kanal Syahida, narasumber Husni Nasution menegaskan bahwa makna sujud dalam Al-Qur’an jauh melampaui sekadar gerakan tubuh atau ritual formal. Menurutnya, sujud adalah bentuk pengakuan hati atas keagungan dan kebenaran Allah, bukan semata aktivitas fisik yang dilakukan tanpa kesadaran ruhani.

 “Sujud adalah bahasa tunduk yang paling jujur. Tapi jika hati masih sombong, sujud hanya tinggal gerak tanpa makna,” ujar Husni Nasution dalam kajian yang disiarkan akhir pekan lalu.

Sujud: Cerminan Keikhlasan dan Ketaatan Sejati

Husni menjelaskan, dalam berbagai ayat Al-Qur’an, sujud selalu dikaitkan dengan ketaatan, pengakuan, dan keikhlasan hati. Ia mencontohkan ayat yang menggambarkan semesta ikut bersujud kepada Allah — bukan karena memiliki dahi, tetapi karena tunduk kepada hukum dan kehendak-Nya.

 “وَلِلَّهِ يَسْجُدُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَظِلَالُهُم بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ”

“Dan kepada Allah bersujudlah segala yang di langit dan di bumi, baik dengan sukarela maupun terpaksa, serta bayangan mereka di waktu pagi dan petang.”— (QS Ar-Ra‘d [13]: 15)

Menurut Husni, ayat ini menegaskan bahwa sujud dalam pengertian Qurani adalah kepatuhan eksistensial, bukan hanya ritual. “Segala sesuatu bersujud karena tunduk kepada hukum Allah. Air mengalir ke bawah, api membakar, bumi berputar — semuanya dalam ketaatan,” katanya.

Sujud sebagai Ujian Keimanan

Dalam kisah Iblis yang menolak sujud kepada Adam, Husni menyoroti bahwa penolakan sujud bukan sekadar pembangkangan fisik, tetapi penolakan kebenaran. Iblis mengetahui perintah Allah, tetapi memilih menuruti logika kesombongannya sendiri.

 “قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ”

“Ia (Iblis) berkata, ‘Aku lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan aku dari api, sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.’”— (QS Al-A‘raf [7]: 12)

“Di sini letak makna terdalam sujud,” jelas Husni. “Bukan seberapa lama dahi menempel di lantai, tetapi seberapa dalam hati tunduk kepada kebenaran. Iblis mengenal Tuhan, tapi gagal bersujud karena hatinya enggan tunduk.”

Sujud dalam Kehidupan: Manifestasi Ketundukan Sosial dan Spiritual

Husni Nasution mengajak jamaah untuk melihat sujud tidak hanya dalam konteks ibadah, tetapi juga dalam perilaku sosial sehari-hari. Ia menekankan bahwa menundukkan ego, menolak kesombongan, dan menerima kebenaran adalah bentuk sujud yang hakiki dalam kehidupan.

 “Ketika seseorang mampu merendahkan diri, mengakui kesalahan, dan tunduk pada kebenaran, ia telah bersujud dengan hati. Itu jauh lebih tinggi nilainya daripada sujud fisik tanpa makna,” ujarnya.

Menurutnya, banyak manusia yang “sujud di masjid” tapi tetap “menegakkan kepala kesombongan” di luar masjid. “Mereka melupakan bahwa sujud sejati menuntun kepada akhlak, bukan sekadar simbol,” tambahnya.

Menemukan Kedalaman Sujud

Husni menutup kajian dengan mengingatkan bahwa setiap sujud dalam shalat semestinya menjadi momen perjumpaan ruhani dengan Allah, bukan rutinitas mekanis. Ia mengutip ayat yang menunjukkan kedekatan spiritual saat sujud:

 “كَلَّا لَا تُطِعْهُ وَاسْجُدْ وَاقْتَرِبْ”

“Sekali-kali janganlah engkau patuhi dia; dan sujudlah serta dekatkanlah diri kepada Allah.”— (QS Al-‘Alaq [96]: 19)

“Sujud adalah pintu kedekatan. Semakin rendah kita di hadapan Allah, semakin tinggi derajat kita di sisi-Nya,” pungkas Husni.

 “Sujud sejati bukan sekadar gerakan tubuh, tapi penyerahan total hati kepada kebenaran Allah. Gerak tanpa kesadaran hanyalah kebiasaan, bukan ibadah.”— Husni Nasution, Kajian Qur’an bil Qur’an – Kanal Syahida (syahida)

Example 120x600