Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Adam dalam Al-Qur’an dan Al-Kitab: Menelusuri Asal-Usul Kisah Manusia Pertama

63
×

Adam dalam Al-Qur’an dan Al-Kitab: Menelusuri Asal-Usul Kisah Manusia Pertama

Share this article

Penulis; syahida| Editor; asyary

Ilustrasi tangan manusia dari tanah liat, simbol penciptaan

ppmindonesia.com.Jakarta – Kisah Adam adalah salah satu narasi paling tua dalam sejarah spiritual umat manusia. Dalam tradisi Islam maupun kitab suci sebelumnya, Adam disebut sebagai manusia pertama — simbol awal kehidupan dan kesadaran moral. Namun, apakah kisah ini hanya tentang “asal biologis manusia”, ataukah juga alegori tentang kesadaran, ilmu, dan tanggung jawab?

Artikel ini menelusuri jejak kisah Adam dalam Al-Qur’an dan Al-Kitab, untuk menemukan makna terdalam tentang asal-usul manusia bukan hanya sebagai makhluk jasmani, tapi juga makhluk berakal dan beretika.

“Dan Aku Akan Menciptakan Seorang Khalifah di Bumi”

Al-Qur’an menggambarkan awal kisah manusia dengan dialog kosmis antara Allah dan para malaikat:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi.”(QS Al-Baqarah [2]: 30)

Berbeda dengan Kitab Kejadian (Genesis) yang menekankan penciptaan manusia sebagai penguasa atas bumi, Al-Qur’an menekankan fungsi khalifah — wakil Tuhan yang memikul amanah moral dan tanggung jawab sosial. Adam bukan sekadar ciptaan pertama, tetapi simbol kesadaran akan etika dan kebebasan.

Tanah, Ruh, dan Ilmu: Unsur Penciptaan Manusia

Al-Qur’an menguraikan asal-usul manusia dalam beberapa lapisan makna. Adam diciptakan dari turab (tanah), thin (tanah liat), shalshal (tanah kering seperti tembikar), dan ditiupkan ruh dari Tuhan.

فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِن رُّوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.”(QS Al-Hijr [15]: 29)

Di sinilah letak keunikan manusia: ia adalah makhluk dari tanah dan ruh, dari bumi dan langit, dari jasad dan kesadaran.
Sementara dalam Kejadian 2:7, Tuhan juga “membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas kehidupan ke dalam hidungnya.” Namun, Al-Qur’an menambahkan satu unsur baru — ilmu sebagai bekal utama manusia.

وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya.”(QS Al-Baqarah [2]: 31)

Adam tidak hanya hidup, tapi juga mengetahui. Ia menerima struktur bahasa, simbol, dan makna — fondasi seluruh kebudayaan dan peradaban manusia.

“Kisah Adam bukan sekadar asal-usul biologis, tetapi asal-usul kesadaran — titik di mana manusia belajar membedakan, menamai, dan memilih.”

Pohon Pengetahuan: Ujian atas Akal dan Keinginan

Baik dalam Al-Qur’an maupun Al-Kitab, terdapat kisah “pohon” (sajjarah) yang menjadi simbol ujian. Dalam Kitab Kejadian, itu disebut “Pohon Pengetahuan tentang yang Baik dan yang Jahat” (Genesis 2:17). Sedangkan Al-Qur’an menggunakan istilah الشَّجَرَةَ (as-sajjarah) tanpa menyebut jenisnya.

وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ
“Dan Kami berfirman: Wahai Adam, tinggallah engkau dan istrimu di surga ini, dan makanlah dengan bebas dari apa saja yang ada di dalamnya, tetapi janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, agar kamu tidak termasuk orang-orang yang zalim.”(QS Al-Baqarah [2]: 35)

Dalam bahasa Arab, sajjarah berarti “pohon yang bercabang”, tetapi akar katanya sy-j-r juga bermakna “berselisih” atau “bercabang dalam pendapat” (as-syijar = perselisihan).
Dengan demikian, “pohon” bisa pula ditafsirkan secara simbolik: struktur ilmu dan perbedaan pandangan yang menuntut kebijaksanaan memilih.

Al-Qur’an seolah menuntun manusia agar tidak menyalahgunakan kebebasan berpikir menjadi kesombongan intelektual.

Dari Surga ke Bumi: Awal Peradaban, Bukan Hukuman

Dalam Al-Kitab, kejatuhan Adam ke bumi adalah bentuk hukuman; dalam Al-Qur’an, ia adalah peralihan tanggung jawab. Allah berfirman:

قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا ۖ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Kami berfirman: Turunlah kamu semua darinya! Maka jika datang petunjuk dari-Ku, barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada kekhawatiran atas mereka dan mereka tidak akan bersedih hati.”(QS Al-Baqarah [2]: 38)

Adam turun ke bumi bukan karena murka, melainkan karena misi: membangun kehidupan dengan bimbingan wahyu.
Sejak saat itu, kisah manusia menjadi sejarah antara petunjuk dan kebebasan, antara ilmu dan ujian.

“Bumi bukan kutukan bagi manusia, tapi ruang ujian bagi akal dan iman.”

Adam, Simbol Kesadaran Manusia

Baik Al-Qur’an maupun Al-Kitab sama-sama memulai kisah manusia dari tanah, tapi hanya Al-Qur’an yang menutupnya dengan janji petunjuk.
Adam bukanlah mitos purba, melainkan cermin diri: bagaimana manusia diciptakan dengan kebebasan, ilmu, dan tanggung jawab moral.

ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَىٰ
“Kemudian Tuhannya memilihnya, menerima taubatnya, dan memberinya petunjuk.”(QS Thaha [20]: 122)

📚 Referensi:

  • Al-Qur’an Al-Karim
  • Kitab Kejadian (Genesis) 1–3
  • M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah
  • Fazlur Rahman, Major Themes of the Qur’an
  • Seyyed Hossein Nasr, Man and Nature in Islam
Example 120x600