ppmindonesia.com.Jakarta – Pusat Peranserta Masyarakat (PPM) Indonesia mendesak pemerintah agar tidak mengesampingkan peran koperasi desa dan petani lokal dalam program hilirisasi kelapa nasional. Organisasi ini menilai, tanpa pelibatan rakyat sebagai aktor utama, kebijakan hilirisasi berpotensi hanya menguntungkan korporasi besar dan investor asing.
Koperasi Desa Harus Jadi Ujung Tombak
Sekretaris Jenderal PPM Indonesia, Anwar Hariyono, menegaskan bahwa semangat hilirisasi seharusnya memperkuat kemandirian desa, bukan membuka jalan bagi kapitalisasi sumber daya rakyat.
“Hilirisasi yang ideal adalah hilirisasi berbasis rakyat, bukan berbasis korporasi,” ujar anwar i kepada ppmindonesia.com, Senen (20/0/2025).
“Koperasi desa harus menjadi ujung tombak dalam mengelola nilai tambah dari kelapa — mulai dari bahan mentah hingga produk turunan seperti VCO, briket, dan coconut,” lanjutnya.
Menurut anwar, jika koperasi desa diberi ruang dan dukungan modal, maka ekonomi daerah dapat tumbuh secara organik tanpa ketergantungan pada pabrik-pabrik besar yang seringkali hanya menyerap bahan baku tanpa menciptakan kesejahteraan petani.
Nilai Tambah Harus Kembali ke Petani
Indonesia merupakan salah satu produsen kelapa terbesar di dunia, dengan lebih dari 3 juta petani bergantung pada komoditas ini. Namun, mayoritas petani masih menjual kelapa dalam bentuk utuh (gelondongan) dengan harga yang rendah.
“Selama ini nilai tambah kelapa dinikmati oleh pihak yang punya pabrik, bukan oleh petani,” kata Anwar.
 Ia mencontohkan, dari satu butir kelapa yang dijual seharga Rp4.000, nilai produk turunannya bisa mencapai lebih dari Rp10.000 jika diolah menjadi minyak kelapa murni (VCO), sabun, serabut, atau arang aktif.
PPM menilai, hilirisasi berbasis koperasi dapat menjadi solusi adil. Petani bisa bergabung dalam koperasi yang mengelola pabrik kecil menengah di tingkat desa atau kecamatan. “Dengan begitu, keuntungan tidak lagi berhenti di investor, tapi berputar di desa,” tambah Anwar.
Hilirisasi Jangan Diserahkan ke Investor Asing
Dalam beberapa bulan terakhir, pemerintah mendorong investasi besar di sektor kelapa dengan nilai lebih dari US$100 juta, termasuk dari perusahaan Tongkok. Namun, PPM memperingatkan agar investasi asing tidak mengambil alih rantai pasok dan industri lokal.
“Kita bukan anti-investasi, tapi investasi harus menjadi mitra rakyat, bukan penguasa lahan dan pasar,” tegas Anwar.
Ia juga menyoroti potensi ketimpangan antara kebijakan nasional dan kepentingan masyarakat perbatasan. Di Kalimantan Barat, misalnya, banyak petani kecil di daerah perbatasan yang kini kesulitan memasarkan hasil panennya setelah beberapa kebijakan ekspor dibatasi.
Kolaborasi Rakyat dan Pemerintah
PPM Indonesia mendorong agar pemerintah membentuk Dewan Hilirisasi Kelapa Nasional yang melibatkan unsur koperasi, perguruan tinggi, dan perwakilan petani. Lembaga ini diharapkan menjadi ruang koordinasi agar kebijakan hilirisasi tidak hanya berpihak pada pelaku industri besar.
“Kalau petani tidak dilibatkan sejak perencanaan, maka hilirisasi hanya akan jadi proyek jangka pendek. Padahal yang kita butuhkan adalah sistem ekonomi berdaulat berbasis rakyat,” ujar Anwar menutup pernyataannya.
“Hilirisasi berbasis rakyat bukan hanya tentang ekonomi, tapi tentang kedaulatan desa. Koperasi harus jadi pemegang kendali, bukan penonton.”
— Anwar Hariyono, Sekretaris Jenderal PPM Indonesia
 













 
									

 












