Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Islam Bukan Nama Agama: Makna Penyerahan Diri dalam Perspektif Qur’an

47
×

Islam Bukan Nama Agama: Makna Penyerahan Diri dalam Perspektif Qur’an

Share this article

Penulis: emha | Editor: asyary

Dalam Al-Qur’an, “Islam” bukan sekadar label agama, melainkan keadaan jiwa yang tunduk sepenuhnya kepada Allah — sebuah kesadaran universal lintas nabi dan zaman. (gbr.ilustrasi)

ppmindonesia.com.Jakarta – Apakah Islam hanyalah nama sebuah agama, atau justru keadaan spiritual manusia yang tunduk pada kehendak Tuhan?

Pertanyaan ini mungkin menggugah sebagian kita, terutama ketika menyadari bahwa Al-Qur’an menyebut Islam tidak hanya untuk umat Nabi Muhammad ﷺ, melainkan juga untuk para nabi sebelumnya.
Dari Nabi Nuh hingga Ibrahim, dari Musa hingga Isa — semuanya disebut sebagai orang-orang yang “muslim”, yakni yang berserah diri kepada Allah.

 Islam dalam Al-Qur’an: Bukan Nama, Tapi Sikap Jiwa

Banyak ayat dalam Al-Qur’an menegaskan bahwa “Islam” bukanlah institusi agama dalam pengertian formal, melainkan penyerahan diri total kepada kebenaran dan kehendak Allah.

Salah satu ayat paling jelas terdapat dalam QS Al-Baqarah:
إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ ۖ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
“Ketika Tuhannya berfirman kepadanya: ‘Tunduklah (aslim)!’ Maka ia menjawab: ‘Aku tunduk (aslamtu) kepada Tuhan semesta alam.’” (QS Al-Baqarah [2]: 131)

Ayat ini menceritakan Nabi Ibrahim — dan menariknya, kata “aslim” dan “aslamtu” berasal dari akar yang sama dengan Islam.
Dengan demikian, Islam bukan nama baru, melainkan identitas spiritual universal: siapapun yang berserah kepada kebenaran, dialah muslim sejati.

Para Nabi Sebelum Muhammad pun Muslim
Dalam Al-Qur’an, para pengikut nabi terdahulu juga disebut “muslimin”.

فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَىٰ مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنصَارِي إِلَى اللَّهِ ۖ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنصَارُ اللَّهِ آمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

“Ketika Isa merasakan kekafiran dari mereka, ia berkata: ‘Siapakah yang menjadi penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?’ Para pengikut setianya menjawab: ‘Kami penolong-penolong Allah; kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (muslimun).’” (QS Ali Imran [3]: 52)

Artinya, istilah muslim telah ada jauh sebelum Islam sebagai agama institusional lahir.
Mereka adalah orang-orang yang menyerahkan diri sepenuhnya kepada nilai ketuhanan, keadilan, dan kasih sayang.

 “Islam bukan bendera kelompok, tapi keadaan hati yang tunduk. Ia bukan identitas sosial, melainkan kesadaran spiritual.”

Dari “Agama” ke “Sistem Kehidupan”
Kata dīn (دين) dalam Al-Qur’an yang sering diterjemahkan sebagai “agama”, sejatinya berarti tatanan hidup atau sistem moral yang menuntun manusia.

إِنَّ الدِّينَ عِندَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya dīn (tatanan hidup) yang benar di sisi Allah adalah penyerahan diri (Islam).” (QS Ali Imran [3]: 19)

Jadi, Islam sebagai dīn adalah jalan kehidupan yang selaras dengan kebenaran universal.

Tidak terbatas oleh ras, budaya, atau zaman. Ketika seseorang hidup dengan nilai kebenaran, keadilan, dan kasih sayang — ia sedang berjalan di jalan Islam, bahkan tanpa harus memproklamirkan diri sebagai “beragama Islam.”

“Dīn al-Islām bukan sekadar sistem ritual, tetapi pola kehidupan yang tunduk pada nilai ilahi dalam seluruh aspek manusia.”

Makna Penyerahan dalam Praktik Ibadah
Ketika seseorang shalat, berpuasa, atau bersedekah, tujuannya bukan semata-mata menunaikan kewajiban hukum, tetapi menghidupkan kesadaran akan ketundukan total kepada Allah.

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS Al-An‘am [6]: 162)

Inilah makna terdalam dari Islam: menjadikan seluruh dimensi hidup — lahir dan batin — sebagai wujud penyerahan diri kepada Allah.

Kembali ke Ruh Islam yang Universal
Dalam pandangan Qur’ani, Islam adalah fitrah manusia — kesadaran bawaan untuk tunduk kepada kebenaran.

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا
“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus; (itulah) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atasnya.” (QS Ar-Rum [30]: 30)

Maka, menjadi muslim sejati bukan soal klaim keanggotaan, tapi soal kesadaran dan kejujuran spiritual.

Islam adalah keadaan ketika manusia berkata dengan jujur, hidup dengan adil, dan berbuat dengan kasih — karena semua itu adalah bentuk penyerahan diri kepada Allah, Rabb al-‘Ālamīn.(emha)

Example 120x600