Scroll untuk baca artikel
BeritaPuisi dan Sastra

Anak yang Lahir di Antara Nama-Nama

13
×

Anak yang Lahir di Antara Nama-Nama

Share this article

Penulis: anshori : Editor: asyary

“Anak yang Lahir di Antara Nama-Nama”

Oleh: Anshori

Di suatu tempat yang tidak tercatat di peta, lahirlah seorang anak manusia.
Ia menangis bukan karena lapar, tapi karena bingung —
suara azan dan lonceng bersahut-sahutan di telinganya.
Ia belum tahu siapa dirinya,
namun dunia sudah menamai:
ini agamamu, ini sukumu, ini kelompokmu.

Sebelum sempat menatap langit,
tangannya sudah digenggam oleh sejarah,
dan telinganya dijejali oleh kata “kami yang benar.”
Padahal, kata “kami” itu sendiri lahir dari rahim yang satu.

Anak itu tumbuh, tapi dadanya sempit oleh nama-nama.
Setiap nama berkata: “Peluk aku, jangan yang lain.”
Setiap kitab berkata: “Ikuti aku, jangan yang lain.”
Dan setiap guru berkata: “Aku paling dekat dengan Tuhan.”

Lalu, pada suatu malam,
angin datang membawa bisikan:

“Tanyakan kepada hatimu, bukan kepada nama-nama.”

Anak itu berkelana — melewati masjid, gereja, wihara, dan kuil.
Ia mencium bau dupa dan mendengar ayat-ayat dalam bahasa yang berbeda.
Namun di setiap sujud dan doa, ia merasakan hal yang sama:
air matanya mengalir ke arah yang satu.

“Siapa Engkau, yang kusebut dengan ribuan nama?” tanya anak itu.
“Engkau hadir dalam cahaya lilin, dalam gema azan,
dalam diam batu, dan nyanyian burung.”

Langit tersenyum.
Sebuah suara menjawab dari dalam dadanya sendiri:

“Aku bukan milik siapa pun, tapi setiap hati yang mencinta-Ku adalah rumah-Ku.”

Sejak saat itu, anak itu berhenti mencari Tuhan di luar dirinya.
Ia menemukan Tuhan dalam tatapan orang yang lapar,
dalam pelukan seorang ibu yang kehilangan anak,
dalam tawa anak kecil yang tak tahu agama apa yang diwariskan kepadanya.

Ia menulis di pasir:

“Aku dilahirkan tanpa pilihan,
tapi aku memilih untuk mencintai.”

Dan ketika ombak datang menghapus tulisan itu,
ia tahu: kebenaran bukanlah batu yang keras,
melainkan air yang terus mengalir,
menyapa setiap tanah tanpa bertanya siapa pemiliknya.

Malam terakhir hidupnya,
ia menatap bintang dan berbisik lembut:

“Tuhan, Engkau begitu luas,
sedangkan kami terus bertengkar di dalam wadah kecil bernama nama.”

Lalu ia tersenyum,
karena akhirnya ia tahu—
setiap agama hanyalah jendela,
dan cahaya di luar sana tetap satu.

Example 120x600