Scroll untuk baca artikel
BeritaNasional

PBNU Berkonflik, Organisasi Islam Terbesar Indonesia Diuji

8
×

PBNU Berkonflik, Organisasi Islam Terbesar Indonesia Diuji

Share this article

Penulis: emha | Editor: asyary

ppmindonesia.com.Jakarta  — Konflik internal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) kian terbuka dan menempatkan organisasi Islam terbesar di Indonesia itu pada ujian serius. Polemik yang berujung pada dualisme kepemimpinan tidak hanya mengguncang struktur organisasi, tetapi juga memantik kekhawatiran warga nahdliyin terhadap masa depan soliditas jam’iyah.

Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengakui konflik yang terjadi tidak bisa disederhanakan pada satu isu tertentu. Ia menepis anggapan bahwa persoalan konsesi tambang menjadi satu-satunya pemicu polemik.

“Mungkin saja (tambang menjadi salah satu faktor), tapi bukan cuma itu. Ada yang lain karena persoalannya kompleks,” ujar Gus Yahya usai rapat koordinasi PBNU di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (11/12/2025).

Menurut Gus Yahya, dinamika yang berkembang di tubuh PBNU merupakan akumulasi dari berbagai persoalan yang saling berkaitan, baik menyangkut tata kelola organisasi, komunikasi internal, maupun perbedaan pandangan dalam membaca arah organisasi ke depan.

Dualisme Kepemimpinan

Konflik internal PBNU memuncak setelah Rapat Pleno Syuriyah yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, pada 9–10 Desember 2025. Rapat tersebut menetapkan Zulfa Mustofa sebagai penjabat (Pj) Ketua Umum PBNU menggantikan Gus Yahya.

Keputusan ini memicu lahirnya dua faksi kepengurusan. Faksi pertama adalah kelompok yang mengakui hasil rapat pleno tersebut dan didukung sejumlah tokoh nasional, di antaranya mantan Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf (Gus Ipul), Menteri Agama Nasaruddin Umar, serta Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Sementara itu, faksi kedua tetap mengakui kepemimpinan Gus Yahya dan berkantor di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta. Sejumlah pengurus dan tokoh PBNU, termasuk Ulil Abshar Abdalla, berada dalam barisan ini.

Gus Yahya menilai rapat pleno yang digelar pihak Syuriyah tidak memiliki legitimasi. Ia beralasan, keputusan tersebut merupakan kelanjutan dari Rapat Harian Syuriyah di Hotel Aston pada 20 November 2025 yang sejak awal dinilainya melampaui kewenangan struktural Syuriyah.

“Kalau dari pangkalnya tidak diterima, maka seterusnya yang didasarkan pada pangkal itu tidak bisa diterima,” tegas Gus Yahya.

Isu Tambang dan Opsi Pengembalian

Di tengah konflik kepengurusan, isu konsesi tambang turut menjadi sorotan publik. Gus Yahya menyatakan pihaknya terbuka untuk mengembalikan konsesi tambang PBNU kepada pemerintah apabila hal tersebut disepakati secara kolektif.

“Iya, itu tidak masalah. Tapi semua harus dibicarakan bersama karena keputusan mengenai tambang juga merupakan keputusan bersama,” katanya.

Ia menekankan bahwa PBNU tidak ingin terjebak pada pertarungan kepentingan ekonomi yang justru dapat menggerus marwah organisasi.

Upaya Islah dan Komunikasi Buntu

Gus Yahya mengaku telah berulang kali berupaya membuka ruang dialog dengan Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar sebagai langkah islah. Ia bahkan menyebut telah menemui Wakil Rais Aam PBNU KH Afifuddin Muhajir untuk meminta waktu komunikasi.

Namun hingga kini, upaya tersebut belum membuahkan hasil.

“Kami sudah mengirim utusan untuk bisa berkomunikasi dengan Rais Aam, tapi belum ada jawaban,” ujarnya.

Meski demikian, Gus Yahya menegaskan pihaknya tidak ingin konflik ini dipersepsikan sebagai pertarungan kubu.

“Kami tidak menyikapi masalah ini sebagai kubu-mengkubu. Kami hanya ingin mempertahankan integritas tatanan organisasi,” kata dia.

Ujian bagi Jam’iyah NU

Pengamat politik dari Aljabar Strategic Indonesia, Arifki Chaniago, menilai konflik PBNU merupakan cerminan pertarungan elite yang kerap muncul menjelang muktamar. Menurutnya, besarnya posisi strategis NU dalam kehidupan sosial dan politik nasional membuat arah kepemimpinan PBNU selalu menjadi rebutan.

“NU ini ormas besar. Menguasai PBNU berarti memiliki modal sosial dan politik yang sangat signifikan,” ujar Arifki.

Ia menilai konflik kali ini juga tidak lepas dari perubahan konstelasi politik nasional. Persepsi kedekatan Gus Yahya dengan pemerintahan sebelumnya dinilai menjadi salah satu faktor yang memicu manuver elite di internal NU.

Di tengah eskalasi konflik, Gus Yahya menyatakan akan berpegang pada pesan para kiai sepuh Mustasyar NU yang meminta agar penyelesaian persoalan dikembalikan pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi.

“Jalankan AD/ART apa adanya, jangan ditekuk-tekuk,” ujarnya.

Konflik internal ini menjadi ujian penting bagi PBNU untuk membuktikan kemampuannya menjaga persatuan, marwah keulamaan, dan kepercayaan umat di tengah tantangan zaman. Publik NU kini menanti apakah jalan islah akan ditempuh secara sungguh-sungguh, atau organisasi ini harus melewati fase sulit dualisme kepemimpinan yang berlarut-larut.

Example 120x600