Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Awwala Baitin Wudhi’a Linnas : Rumah Peradaban untuk Manusia

355
×

Awwala Baitin Wudhi’a Linnas : Rumah Peradaban untuk Manusia

Share this article
foto pixabay.com

ppmindonesia.com, Jakarta– Setiap rumah umumnya dibangun dengan tujuan melayani kepentingan pemiliknya atau pihak tertentu. Jarang ditemukan rumah yang dibuat khusus untuk umat manusia secara umum. Pengecualian ini hanya berlaku pada rumah ibadah dan sarana umum.

Secara khusus, Al-Qur’an menyatakan dalam Surah Ali Imran (3:96) bahwa rumah utama yang diletakkan untuk manusia adalah yang berada di Bakkah (Makkah). Rumah ini memiliki fungsi sebagai petunjuk bagi umat manusia. Perlu dicatat bahwa ungkapan “awwala baitin” hanya muncul satu kali dalam Al-Qur’an.

Melalui Surah Al-Baqarah (2:127), ditegaskan bahwa Nabi Ibrahim dan Ismail adalah yang meninggikan fondasi rumah tersebut. Peran Nabi Ibrahim sebagai imam bagi seluruh umat manusia bukanlah hasil pengakuan manusia, tetapi karena dipilih langsung oleh Allah.

Pengangkatan ini terkait dengan keberhasilan Nabi Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian hidupnya, sebagaimana dijelaskan dalam Surah Al-Baqarah (2:124-125). Ayat-ayat ini hingga 2:133 menggambarkan keteladanan luar biasa dari Nabi Ibrahim dalam menjalankan perannya sebagai imam.

Saat paparan ini dirangkai dengan Surah Al-Hajj (22:27-37), terlihat dengan jelas proses dan peran yang mengagumkan dalam sidang haji. Beberapa poin penting dari ayat-ayat tersebut antara lain:

  1. Panitia haji berperan sebagai tuan rumah, bertanggung jawab atas kebutuhan akomodasi para peserta yang hadir. Panitia juga diizinkan menerima dukungan dari para peserta.
  2. Peserta haji datang dari seluruh penjuru dunia (rijālan wa ‘alā kulli ḍāmirin), terutama yang memiliki keunggulan ilmu dan pengalaman.
  3. Tema sidang haji diumumkan sebelum Ramadhan agar peserta dapat mempersiapkan diri. Ini memastikan sidang berjalan efektif sebagai puncak pertemuan umat Islam.
  4. Sidang haji dimulai dengan sambutan panitia yang menekankan keharmonisan (ثُمَّ لِيَقْضُوا تَفَثَهُمْ). Selanjutnya, para peserta menyampaikan pendapat dan usulan program prioritas (وَلْيُوفُوا نُذُورَهُمْ). Usulan tersebut kemudian dipertimbangkan untuk penetapan kebijakan makro dalam membangun peradaban dunia.
  5. Panitia bertanggung jawab membantu peserta haji yang mengalami hambatan sebelum mereka kembali ke negaranya.

Sepanjang acara, peserta diizinkan memanfaatkan kesempatan yang ada, selama tetap mematuhi aturan dan tata tertib. Peserta haji (faradha ‘alayhinal hajj) dilarang bersenang-senang, bertengkar, atau melakukan tindakan fasiq, sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-Baqarah (2:196). Aturan ini berlaku bagi seluruh peserta, termasuk mereka yang mendampingi dalam kegiatan umrah.

Persiapan sidang haji membutuhkan waktu yang panjang (al-ḥajju asyhurun ma’lūmātun) karena agenda ini merupakan pertemuan puncak umat Islam sedunia. Proses pra-kondisi juga diperlukan agar sidang dapat berjalan dengan lancar dan mencapai tujuan yang diharapkan.

Di Baitil ‘Atiq, rumah peradaban tersebut, dilakukan penyempurnaan terhadap seluruh usulan peserta. Keputusan yang dihasilkan menjadi pedoman bagi para peserta saat kembali ke negaranya masing-masing. Jika terdapat urusan yang belum selesai, kepulangan peserta bisa ditunda hingga semua masalah terselesaikan.

Sidang haji tidak hanya menjadi momen sakral tetapi juga momentum kebangkitan peradaban manusia. Dari Baitil ‘Atiq, arah kebijakan umat disebarluaskan ke seluruh penjuru dunia sebagai bagian dari manifestasi agung tahdid Allah (وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ). Di sinilah garis kebijakan dan langkah kebangkitan peradaban Islam dibentuk dan ditegakkan, menjadikan rumah suci ini sebagai pusat petunjuk dan kemajuan bagi seluruh umat manusia.(husni fahro)

Example 120x600