Scroll untuk baca artikel
BeritaPuisi dan Sastra

Khalifah Kecil (1)

65
×

Khalifah Kecil (1)

Share this article

Penulis: k suratno h| Editor: asyary

Khalifah Kecil (1)

Oleh : Ki Suratno Hayuningrat

Di sebuah alam yang tak tersentuh waktu, seorang bayi manusia tengah menunggu kelahirannya. Ia belum mengenal dunia, belum pernah mencium aroma tanah atau merasakan hembusan angin. Namun di dalam rahim yang hangat itu, ia sudah menunggu takdirnya.

Tiba-tiba datanglah seorang Malaikat, wajahnya bercahaya dan suaranya menentramkan.
“Saya datang untuk mengucapkan selamat kepada Yang Mulia,” kata Malaikat itu penuh hormat.

Bayi itu tertegun. “Selamat? Untuk apa, wahai Malaikat?”
Malaikat itu tersenyum lembut. “Karena sebentar lagi, engkau akan lahir ke muka bumi sebagai khalifah, pemimpin dan penjaga kehidupan yang diamanahkan oleh Allah SWT.”

Seketika suasana menjadi hening. Bayi itu termenung, lalu berkata lirih, “Wahai Malaikat, berikanlah aku gambaran tentang kehidupanku nanti. Bagaimana aku akan menunaikan amanah itu?”

Malaikat menatapnya penuh kasih. “Yang Mulia akan lahir dari rahim seorang janda yang papa, di sebuah desa kecil yang miskin dan gersang. Tanahnya retak, airnya langka. Penduduknya sederhana, sebagian belum taat pada perintah Tuhan. Di sanalah engkau akan hidup, dan umurmu telah ditetapkan hanya empat belas tahun.”

Mendengar itu, bayi kecil itu tertunduk. Ia merasa dadanya sesak, lalu bersujud, mengagungkan nama Tuhannya yang Maha Bijaksana.
“Empat belas tahun saja? Sementara aku lahir di tempat yang miskin dan gersang, di tengah kebodohan dan kekeringan jiwa. Bagaimana aku dapat mewujudkan kekhalifahan itu, wahai Malaikat?”

Malaikat tersenyum lagi, menenangkan hatinya. “Tenanglah, wahai Yang Mulia. Tuhan tidak pernah membebani manusia melebihi kesanggupannya. Setiap jiwa diciptakan dengan porsi takdir dan kekuatan yang seimbang.”

Bayi itu mengangguk pelan. “Engkau benar, Malaikat. Tapi jangan sampai manusia menjadikan itu alasan untuk tidak berbuat maksimal.”
“Engkau sungguh memahami amanahmu, wahai khalifah kecil,” jawab Malaikat dengan penuh hormat, lalu berpaling pergi, meninggalkan bayi itu dalam keheningan suci.

Hari-hari bergulir cepat, dan tibalah saatnya bayi itu lahir ke dunia. Malam yang sunyi dipecahkan oleh tangisnya — tangis panjang dan nyaring yang menggema seolah memanggil langit. Ia menjerit, bukan karena kaget melihat cahaya dunia, tetapi karena masih teringat perbincangannya dengan Malaikat.

“Bagaimana aku harus mewujudkan kekhalifahan itu?” jerit hatinya.
Tangisnya pecah seperti doa yang panjang.

Namun, orang-orang di sekitarnya justru bersukacita.
“Selamat! Putra pertama telah lahir!”
“Masya Allah, cantiknya anak ini!”

Mereka tertawa gembira, sementara bayi itu menangis sejadi-jadinya.
Ia berpikir dalam hati kecilnya, “Hari ini aku menangis, sementara orang-orang di sekitarku tertawa. Namun kelak, saat tiba waktuku pergi, aku ingin tersenyum, meski orang-orang di sekitarku menangis.”

Ia tahu, hidup hanyalah sebuah perjalanan singkat — empat belas tahun yang akan ia isi dengan makna, perjuangan, dan cahaya. Sebab bukan lamanya usia yang membuat manusia mulia, melainkan seberapa dalam ia memahami tugasnya sebagai khalifah kecil di bumi Tuhan.

*Cerita Khalifah Kecil ini merupakan tulisan almarhum Ki Suratno Hayuningrat, tokoh Pusat Peranserta Masyarakat (PPM) yang pernah menjabat sebagai Presidium PPM periode 1989–1993 serta Sekretaris Jenderal PPM Nasional pada periode 1994–1998 dan 1999–2004. Kisah  khalifah kecil dalam narasi Ki Suratno bukanlah dongeng masa lalu, melainkan kompas moral yang ia wariskan—sebuah pelajaran berharga dari sosok sentral PPM yang menyalakan api pengabdian dan kebijaksanaan bagi generasi penerusnya.”

Example 120x600