Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Makna Shalat dalam Perspektif Al-Qur’an: Mengingat Allah sebagai Esensi Utama

311
×

Makna Shalat dalam Perspektif Al-Qur’an: Mengingat Allah sebagai Esensi Utama

Share this article

ppmindonesia.com. Jakarta Shalat dalam makna sejatinya menurut Al-Qur’an tidak hanya merujuk pada ritual fisik, tetapi memiliki dimensi spiritual yang mendalam. Hal ini dapat dilihat dari penegasan Al-Qur’an dalam Surat Al-‘Ankabut (29:45):
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Dan sungguh, mengingat Allah (waladzikrullahi akbar) adalah lebih besar.”

Tahapan dalam Menegakkan Shalat

Ayat ini memberikan panduan bahwa sebelum menegakkan shalat, seseorang harus terlebih dahulu memahami apa yang diwahyukan Allah melalui Al-Qur’an. Dengan kata lain, shalat yang sejati dimulai dari pemahaman terhadap wahyu, bukan sekadar ritual tanpa penghayatan.

Pernyataan “waladzikrullahi akbar” dalam ayat tersebut menekankan bahwa mengingat Allah adalah inti yang paling utama. Hal ini diperkuat oleh Al-Qur’an Surat Al-Hijr (15:9):
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan az-Zikra (peringatan) dan sesungguhnya Kami pula yang menjaganya.”
Ayat ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an sebagai az-Zikra (peringatan) dijamin keotentikannya oleh Allah, sehingga tidak ada keraguan di dalamnya.

Wahyu dan Hadits Qudsi

Namun, terdapat pandangan yang menganggap hadits qudsi sebagai “wahyu yang tercecer.” Pernyataan ini patut dipertanyakan, karena jika Al-Qur’an telah dijamin pemeliharaannya oleh Allah, bagaimana mungkin ada wahyu Allah yang tercecer? Pemahaman seperti ini bertentangan dengan jaminan Allah dalam Surat Al-Hijr (15:9) dan berpotensi menimbulkan kerancuan dalam aqidah.

Mengingat Allah: Kunci Kedamaian dan Kebahagiaan

Makna “waladzikrullahi akbar” semakin penting ketika dikaitkan dengan ayat-ayat lain, seperti:

  1. Larangan Shalat tanpa Pemahaman
    Al-Qur’an Surat An-Nisa (4:43) melarang seseorang melaksanakan shalat ketika dalam keadaan sukaro (tidak memahami apa yang diucapkan). Ini menunjukkan bahwa shalat harus dilakukan dengan kesadaran penuh, bukan sekadar gerakan tanpa makna.
  2. Tujuan Shalat adalah Mengingat Allah
    Dalam Al-Qur’an Surat Thaha (20:14), Allah berfirman:
    “Dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.”
    Mengingat Allah dalam shalat membawa hati kepada ketenangan, sebagaimana ditegaskan dalam Surat Ar-Ra’d (13:28):
    “Dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
  3. Perintah Mengingat Allah dan Bersyukur
    Al-Qur’an Surat Al-Baqarah (2:152) menegaskan:
    “Ingatlah Aku, maka Aku akan mengingatmu. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu kufur.”
    Betapa bahagianya orang yang diingat oleh Allah. Jika manusia selalu diingat oleh Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih, dan Maha Pengampun, maka jalan menuju rahmat dan ampunan-Nya menjadi terbuka lebar.

Kepasrahan kepada Allah: Pilihan Terbaik

Keterbatasan manusia seringkali membuatnya tidak mampu memahami sepenuhnya hikmah di balik ketetapan Allah. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah (2:216), Allah mengingatkan:
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu. Dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”

Kepasrahan total kepada Allah menjadi pilihan terbaik, karena hanya Allah yang mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Pada akhirnya, seluruh manusia, baik yang di langit maupun di bumi, akan berserah diri (aslama) kepada Allah. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran (3:83):
“Maka apakah mereka mencari agama selain agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, baik dengan sukarela maupun terpaksa?”

Shalat yang sejati bukan hanya rutinitas, tetapi sebuah kesadaran spiritual untuk mengingat Allah, memahami wahyu-Nya, dan mendekatkan diri kepada-Nya. Mengingat Allah memberikan ketenangan dan membuka jalan menuju kasih sayang dan ampunan-Nya. Maka, menjalankan shalat dengan penuh kesadaran, didasari pemahaman terhadap wahyu, adalah esensi utama dalam hubungan manusia dengan Allah. (husni fahro)

Example 120x600