Scroll untuk baca artikel
BeritaNasional

Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12% pada 2025: Penjelasan dan Kebijakan Pendukung

15
×

Kenaikan Tarif PPN Menjadi 12% pada 2025: Penjelasan dan Kebijakan Pendukung

Share this article
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (tengah) bersama Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kiri) dan Thomas A.M Djiwandono (kanan) sesaat sebelum memberikan keterangan terkait APBN KiTa di Jakarta, Rabu (11/12/2024). (Liputan6.com/Angga Yuniar)
Example 468x60

ppmindonesia.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa keputusan untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada awal tahun 2025 telah dipertimbangkan dengan matang dan dilakukan secara bertahap. Kebijakan ini merupakan amanat dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Nomor 7 Tahun 2021, yang disahkan pada 29 September 2021.

Proses Penyesuaian Tarif PPN

Kenaikan tarif PPN sebelumnya, dari 10% menjadi 11% pada 1 April 2022, dirancang untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional pasca-pandemi. Selanjutnya, kenaikan menjadi 12% direncanakan berlaku mulai 1 Januari 2025, memberikan waktu bagi masyarakat untuk menyesuaikan diri. “DPR memutuskan penundaan kenaikan hingga awal 2025 untuk memastikan masyarakat memiliki waktu pemulihan yang memadai,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, pada 16 Desember 2024.

Kebijakan Pro-Rakyat dalam Undang-Undang HPP

Menkeu menegaskan bahwa Undang-Undang HPP dirancang dengan tetap memperhatikan kebutuhan masyarakat, khususnya kelompok ekonomi menengah ke bawah. Beberapa kebijakan yang berpihak pada masyarakat adalah:

  1. Pembebasan atau Pengurangan PPN untuk Barang Esensial:
    • Barang kebutuhan pokok seperti beras, daging sapi biasa, ikan, telur, sayur, gula konsumsi, susu segar, serta layanan pendidikan, kesehatan, transportasi umum, dan jasa sosial lainnya tidak dikenakan PPN.
    • Daging premium seperti Wagyu atau Kobe, ikan salmon premium, dan udang king crab yang lebih sering dikonsumsi oleh kelompok masyarakat kaya akan dikenakan tarif PPN 12%.
  2. Prinsip Keadilan dan Gotong Royong: Sri Mulyani menyoroti bahwa pembebasan PPN yang ada sebelumnya cenderung lebih menguntungkan kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi. Desil pendapatan tertinggi (desil 10) menikmati pembebasan PPN sebesar Rp 91,9 triliun, sementara desil 9 sebesar Rp 41,1 triliun. Untuk memperbaiki ketimpangan tersebut, pembebasan PPN difokuskan pada barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat berpenghasilan rendah.

Detail Kebijakan PPN 12%

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% juga diiringi kebijakan lain untuk menjaga daya beli masyarakat:

  • Stimulus untuk Rumah Tangga Berpendapatan Rendah:
    • PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 1% untuk barang kebutuhan pokok dan penting seperti minyak goreng, tepung terigu, dan gula industri. Dengan demikian, tarif efektif tetap sebesar 11%.
    • Bantuan pangan berupa 10 kg beras per bulan bagi 16 juta penerima di desil 1 dan 2 selama Januari-Februari 2025.
    • Diskon 50% untuk biaya listrik bagi pelanggan dengan daya listrik hingga 2200 VA selama dua bulan pertama tahun 2025.
  • Stimulus untuk Masyarakat Kelas Menengah:
    • PPN DTP untuk properti hingga Rp 2 miliar bagi pembelian rumah dengan harga maksimal Rp 5 miliar.
    • Insentif kendaraan listrik (EV), termasuk pembebasan bea masuk dan PPN DTP untuk kendaraan EV tertentu.
    • Insentif PPh Pasal 21 DTP bagi pekerja sektor padat karya dengan penghasilan hingga Rp 10 juta per bulan.
  • Stimulus untuk Dunia Usaha dan UMKM:
    • Perpanjangan PPh Final 0,5% hingga 2025 bagi UMKM dengan omzet di bawah Rp 500 juta per tahun.
    • Pembebasan PPh untuk UMKM dengan omzet di bawah Rp 500 juta.
    • Subsidi bunga 5% untuk pembiayaan revitalisasi mesin bagi industri padat karya.

Penerapan Prinsip Keadilan Sosial

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% hanya berlaku untuk barang dan jasa mewah yang dikonsumsi kelompok masyarakat mampu. Barang premium seperti beras organik mahal, buah impor, dan layanan kesehatan serta pendidikan premium akan dikenakan PPN 12%. Sementara itu, barang kebutuhan dasar tetap bebas dari PPN untuk memastikan kesejahteraan masyarakat berpenghasilan rendah tetap terjaga.

Pemerintah juga mengalokasikan insentif sebesar Rp 265,6 triliun untuk pembebasan PPN pada 2025, mencakup barang dan jasa esensial seperti rumah sederhana, vaksin, serta layanan listrik dan air minum.

Dengan langkah-langkah tersebut, pemerintah memastikan bahwa kebijakan kenaikan tarif PPN menjadi 12% dilakukan secara adil, bertahap, dan disertai mitigasi dampak bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan dunia usaha. Tujuannya adalah menjaga prinsip keadilan, mendukung daya beli masyarakat, serta memperkuat fondasi ekonomi nasional secara berkelanjutan. (asyary)

Example 120x600