Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Pentingnya Memberi Peringatan dengan Al-Qur’an: Kesungguhan Beragama dan Keunggulan Rahmat Allah

10
×

Pentingnya Memberi Peringatan dengan Al-Qur’an: Kesungguhan Beragama dan Keunggulan Rahmat Allah

Share this article
Example 468x60

ppmindonesia.com, Jakarta – Dalam Al-Qur’an, terdapat peringatan serius terhadap orang-orang yang bermain-main dengan ayat-ayat Allah dan Rasul-Nya. Hal ini ditegaskan dalam Surah Al-Kahfi (18:103-106), yang menyatakan bahwa amal ibadah mereka tidak akan diterima dan tidak akan memiliki bobot di hari kiamat (“falâ nuqiimu lahum yawmal-qiyâmati wazna”). Mereka adalah orang-orang yang sebelumnya mengira bahwa mereka adalah yang paling baik amalnya (“yahsabûna annahum yuhsinûna sun‘â”).

Mereka yang mempermainkan ayat-ayat Allah dan Rasul-Nya diperintahkan dalam Al-Qur’an (6:70) untuk dibiarkan, dalam arti tidak melayani mereka secara langsung, namun tetap memberikan peringatan akan bahaya penyesalan yang akan mereka alami akibat sikap mereka tersebut.

Selain itu, perintah untuk berpaling dari orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Allah, yang capaian ilmu mereka hanya terbatas pada kehidupan dunia, ditegaskan dalam Surah An-Najm (53:29-30). Status mereka sebagai orang yang mempermainkan agama juga dipertegas dalam Surah Al-A’raf (7:50-51), yang menyatakan bahwa mereka lebih terpesona dengan kehidupan dunia dan dinyatakan sebagai orang kafir.

Sebaliknya, orang-orang yang tidak mempermainkan agama, melainkan bersungguh-sungguh dalam berjuang di jalan Allah (“jahadû fillâhi haqqa jihâdih”), mendapatkan janji-janji besar dari Allah.

Dalam Surah Al-Hajj (22:78), mereka disebut sebagai orang-orang pilihan Allah yang tidak akan mengalami kesulitan dalam memahami agama, termasuk risalah kerasulan. Allah juga menegaskan dalam Surah Al-Qamar (54:17) bahwa Al-Qur’an telah dimudahkan untuk menjadi pelajaran. Pertanyaan yang diajukan adalah, apakah manusia masih merasa kesulitan memahami Al-Qur’an yang telah dimudahkan tersebut?

Orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalan Allah tidak hanya dibebaskan dari kesulitan memahami risalah kerasulan, tetapi juga dijamin oleh Allah untuk diberikan petunjuk ke jalan-Nya (“lanahdiyannahum subulanâ” – Surah Al-Ankabut, 29:69). Keunggulan ini adalah hasil dari kesungguhan mereka yang memenuhi standar yang digambarkan dalam Surah At-Taubah (9:24).

Dalam ayat ini, Allah menetapkan bahwa kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya serta kesungguhan dalam berjihad di jalan Allah harus lebih diutamakan daripada cinta kepada keluarga, harta, perdagangan, atau tempat tinggal. Jika hal-hal tersebut lebih dicintai, maka seseorang dinyatakan sebagai orang fasiq.

Ukuran kesungguhan ini adalah logis, karena seorang mukmin menurut Surah Al-Baqarah (2:165) harus memiliki kecintaan yang lebih besar kepada Allah dibandingkan kepada yang lain. Selain itu, dalam Surah Ali Imran (3:92), dinyatakan bahwa seseorang tidak akan mencapai kebaikan sejati (“al-birra”) kecuali mereka rela mengorbankan apa yang paling mereka cintai (“lantanâlû al-birra hattâ tunfiqû mimmâ tuhibbûna”).

Al-Qur’an juga menegaskan kewajiban untuk memberikan peringatan dengan menggunakan Al-Qur’an. Dalam Surah Al-Qashash (28:85), dinyatakan bahwa Al-Qur’an adalah kewajiban (fardhu), dan dalam Surah Qaf (50:45), terdapat perintah untuk memberi peringatan dengan Al-Qur’an.

Dengan demikian, kewajiban memberi peringatan menggunakan Al-Qur’an menjadi mutlak. Hal ini memunculkan pertanyaan: apakah peringatan yang disampaikan dengan cara selain menggunakan Al-Qur’an melanggar perintah Allah? Bukankah banyak di antara umat beragama yang sering menggunakan peringatan yang tidak bersumber dari Al-Qur’an?

Pentingnya Memberi Peringatan dengan Al-Qur’an

Mengapa memberi peringatan dengan Al-Qur’an menjadi sangat penting? Jawabannya luar biasa dan menakjubkan. Ketika peringatan diberikan dengan Al-Qur’an, terbuka peluang bagi pendengarnya untuk mendapatkan rahmat Allah. Tidak ada kitab lain selain Al-Qur’an yang memberikan jaminan seperti ini. Dalam Surah Al-A’raf (7:204), ditegaskan bahwa orang yang mendengar Al-Qur’an dengan seksama dan setia ketika dibacakan akan mendapatkan rahmat Allah.

Lebih jauh lagi, dalam Surah Yusuf (12:53), dijelaskan bahwa hanya orang yang dirahmati Allah yang bebas dari kecenderungan untuk berbuat jahat. Dengan demikian, mendengar Al-Qur’an dengan seksama dan setia tidak hanya membawa rahmat Allah, tetapi juga membebaskan manusia dari dorongan jahat yang dapat merugikan dirinya dan masyarakat.

Kecenderungan jahat yang ada pada manusia menjadi alasan utama mengapa berbagai sistem keamanan terus dibangun. Kehidupan manusia di bumi dipenuhi dengan upaya untuk mengatasi kemungkinan buruk akibat kecenderungan ini, mulai dari peraturan dan hukum hingga teknologi keamanan.

Semua ini mencerminkan besarnya upaya dan biaya yang dikeluarkan manusia untuk mengantisipasi kejahatan. Namun, Al-Qur’an menunjukkan bahwa hanya dengan rahmat Allah manusia dapat benar-benar terbebas dari kecenderungan tersebut.

Dalam Surah Al-An’am (6:19), Allah memerintahkan manusia untuk bertanya tentang persaksian terbesar (“akbaru syahadah”). Jawabannya adalah bahwa persaksian terbesar adalah bahwa Allah telah mengutus Rasulullah untuk memberikan peringatan kepada umat manusia dengan Al-Qur’an. Dengan demikian, memberi peringatan dengan Al-Qur’an bukan hanya sebuah perintah, tetapi juga merupakan bentuk persaksian terbesar yang Allah tegaskan sendiri.

Jika masyarakat bumi tidak ingin menerima dampak buruk dari kecenderungan jahat manusia, maka setiap individu harus mendengar Al-Qur’an dengan seksama dan setia. Dalam konteks ini, perintah untuk memberi peringatan dengan Al-Qur’an menjadi lebih jelas sebagai bentuk “akbaru syahadah.” Tidak ada kitab lain yang memiliki keunggulan dan jaminan seperti risalah kerasulan ini. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman utama dalam memberikan peringatan dan menjalani kehidupan.(husni fahro)

Example 120x600