Scroll untuk baca artikel
BeritaNasional

MBG: Program Stunting atau Proyek Korupsi?

233
×

MBG: Program Stunting atau Proyek Korupsi?

Share this article
Ilustrasi Makanan begizi gratis (freepik.com)

ppmindonesia.com, Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas Presiden Prabowo Subianto memiliki tujuan besar: memberantas stunting, meningkatkan gizi anak-anak Indonesia, dan menciptakan generasi sehat yang unggul. Namun, di balik tujuan mulianya, pelaksanaan program ini menuai banyak kritik karena dipenuhi persoalan, mulai dari pengelolaan yang amburadul hingga dugaan korupsi yang sistemik.

Tujuan Mulia di Atas Kertas

Secara konseptual, MBG dirancang untuk menyediakan makanan bergizi secara gratis kepada anak-anak sekolah di berbagai daerah. Langkah ini diharapkan mampu menurunkan angka stunting di Indonesia yang masih menjadi masalah serius.

Selain itu, program ini juga diharapkan memberdayakan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai mitra utama dalam penyediaan makanan bergizi, sehingga turut menggerakkan roda perekonomian lokal.

Namun, realitas di lapangan jauh dari yang diharapkan. Bukannya menjadi solusi stunting, program ini justru menjadi lahan subur bagi oknum-oknum yang mengutamakan keuntungan pribadi di atas kepentingan masyarakat.

Ketidaksiapan Infrastruktur dan Koordinasi yang Buruk

Sejak awal pelaksanaannya, program MBG sudah menunjukkan berbagai kelemahan. Infrastruktur pendukung, seperti dapur dan peralatan standar, belum sepenuhnya siap. Banyak dapur mitra mandiri yang kesulitan memenuhi standar peralatan yang ditetapkan Badan Gizi Nasional (BGN).

Sebagai contoh, ompreng atau wadah makanan harus memenuhi spesifikasi rinci, seperti berbahan stainless SUS304 dengan ukuran tertentu.

Masalah semakin parah dengan dugaan permainan dalam pengadaan peralatan ini. Harga ompreng di pasaran sekitar Rp47.000–Rp55.000, tetapi melalui vendor yang direkomendasikan oknum BGN, harganya melonjak menjadi Rp70.000. Mitra yang tidak dapat memenuhi standar dalam waktu singkat dipaksa membeli melalui vendor tersebut, menciptakan celah korupsi yang merugikan.

Minimnya Pelibatan UMKM

Salah satu janji besar MBG adalah memberdayakan UMKM lokal. Namun, kenyataannya, UMKM hanya menjadi pelengkap narasi. Sebagian besar dapur MBG justru dikelola oleh restoran besar dan perusahaan dengan modal kuat. Di Solo, misalnya, dua restoran mewah, Diamond dan Daegu Korean Grill, ditunjuk sebagai mitra utama untuk menyediakan makanan bagi siswa sekolah.

Di sisi lain, UMKM di berbagai daerah merasa terpinggirkan. Di Ciamis, Jawa Barat, puluhan pelaku UMKM menjadi korban penipuan paguyuban yang memanfaatkan program MBG. Mereka diminta membayar iuran hingga Rp11 juta dengan janji akan dilibatkan sebagai mitra.

Sayangnya, janji tersebut tidak pernah terealisasi. Hal ini menunjukkan lemahnya mekanisme seleksi dan pengawasan dalam pelaksanaan program.

Dugaan Korupsi dan Penyalahgunaan Anggaran

Program MBG juga tercoreng oleh berbagai dugaan korupsi. Di Kediri, Jawa Timur, misalnya, puluhan pelaku katering melaporkan kasus penipuan tender yang menyebabkan kerugian besar. Di Bukittinggi, Sumatera Barat, modus serupa ditemukan, di mana pelaku meminta uang hingga puluhan juta rupiah kepada pengusaha kuliner dengan dalih pelibatan dalam program ini.

Tidak hanya itu, jumlah dapur MBG yang diklaim beroperasi oleh BGN juga diragukan kebenarannya. Dari 190 dapur yang diumumkan, hanya 102 yang benar-benar beroperasi. Sebanyak 70 dapur di antaranya bekerja sama dengan Kodim TNI, sementara sisanya dikelola oleh yayasan atau perusahaan besar. Fakta ini memunculkan pertanyaan serius tentang transparansi penggunaan anggaran dan efektivitas program.

Rekomendasi untuk Perbaikan

Untuk menyelamatkan program ini dari kehancuran, pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh dan mengambil langkah-langkah konkret:

1.Desentralisasi Pelaksanaan: Alihkan pengelolaan langsung ke sekolah-sekolah, melibatkan kantin dan orang tua murid, agar program lebih transparan dan akuntabel.
2.Penegakan Hukum: Tindak tegas oknum-oknum yang terbukti melakukan penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi dalam pelaksanaan program.
3.Keterlibatan UMKM Secara Nyata: Pemerintah harus memastikan pelaku UMKM mendapatkan porsi yang signifikan dalam program ini, sesuai dengan tujuan awal
4.Audit dan Pengawasan Ketat: Lakukan audit independen terhadap anggaran dan pelaksanaan program untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.

MBG adalah program yang lahir dari niat baik, tetapi pengelolaan yang buruk dan praktik korupsi mengancam keberhasilannya.

Jika pemerintah tidak segera melakukan pembenahan, program ini hanya akan menjadi proyek ambisius yang gagal, menghabiskan anggaran negara tanpa memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.(asyary)

Example 120x600