Scroll untuk baca artikel
BeritaNasional

Skandal MBG: Dari Janji Manis Jadi Bancakan Tikus Berdasi

253
×

Skandal MBG: Dari Janji Manis Jadi Bancakan Tikus Berdasi

Share this article
Foto bersumber Diskominfo jabar

ppmindonesia.com, Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi Presiden Prabowo Subianto sejatinya memiliki tujuan mulia: memberantas stunting dan meningkatkan gizi anak-anak Indonesia.

Namun, realitas di lapangan justru memperlihatkan sisi suram pelaksanaan program ini. Alih-alih menjadi solusi bagi masyarakat, MBG berubah menjadi lahan penyalahgunaan kekuasaan dan kepentingan segelintir pihak.

Ketidaksiapan dan Kebijakan Bermasalah

Dari awal pelaksanaannya, program MBG menunjukkan berbagai ketidaksiapan. Salah satu yang mencolok adalah kebijakan pengadaan peralatan dapur yang membebani para mitra. Badan Gizi Nasional (BGN) menetapkan standar peralatan yang terlalu rinci, seperti wadah makanan berbahan stainless SUS304 dengan spesifikasi tertentu.

Harga peralatan ini di pasaran berkisar Rp47.000–Rp55.000, tetapi melalui vendor yang ditunjuk oleh oknum BGN, harga melambung menjadi Rp70.000.

Mitra yang tidak memenuhi standar ini dipaksa membeli melalui vendor resmi dengan tenggat waktu yang sempit. Hal ini menimbulkan dugaan kuat adanya praktik korupsi dan permainan dalam pengadaan barang, yang hanya menguntungkan pihak tertentu, sementara para pelaku usaha mandiri harus menanggung kerugian besar.

Minimnya Pelibatan UMKM

Salah satu janji utama MBG adalah pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Namun, kenyataannya, UMKM hanya menjadi janji manis tanpa realisasi nyata. BGN lebih banyak menunjuk dapur besar atau restoran mewah sebagai mitra, seperti Diamond dan Daegu Korean Grill di Solo, yang memasok makanan bagi siswa sekolah di wilayah Laweyan.

Sementara itu, pelaku UMKM di berbagai daerah, seperti Ciamis, justru menjadi korban penipuan. Mereka diminta membayar hingga Rp11 juta oleh paguyuban tertentu dengan janji akan dilibatkan dalam program MBG. Namun, janji tersebut tak kunjung terealisasi.

Kasus ini tengah diselidiki oleh Kodim setempat, tetapi para korban sudah terlanjur dirugikan secara finansial.

Modus Penipuan dan Penyalahgunaan Nama Program

Modus penipuan juga ditemukan di berbagai daerah. Di Bukittinggi, misalnya, pelaku yang mengatasnamakan TNI meminta sejumlah uang kepada pengusaha kuliner dengan dalih pelibatan dalam program MBG. Padahal, program ini masih dalam tahap uji coba, dan dapur pendukungnya pun belum selesai dibangun.

Di Kediri, puluhan pelaku katering yang menjadi korban penipuan tender program MBG masih berjuang mendapatkan pengembalian dana mereka.

Ketidakjelasan pengelolaan dan lemahnya pengawasan membuka peluang besar bagi oknum-oknum untuk memanfaatkan program ini demi kepentingan pribadi.

Korupsi Sistemik dan Kerugian Negara

Program MBG menjadi gambaran nyata bagaimana proyek besar yang dikelola dengan buruk berpotensi menjadi bancakan korupsi. Dari pengadaan peralatan hingga penunjukan mitra, indikasi penyalahgunaan kekuasaan terlihat jelas.

Menurut pakar kebijakan publik Media Wahyudi, pola sentralisasi dalam program ini hanya memperbesar celah korupsi. Ia merekomendasikan agar pengelolaan MBG didesentralisasikan langsung ke sekolah-sekolah, sehingga lebih transparan dan akuntabel.

Potensi kerugian negara akibat korupsi dalam program ini sangat besar. Dengan anggaran dari APBN yang mencapai triliunan rupiah, kebocoran dana sebesar 2,5 persen saja sudah setara dengan Rp1,77 triliun. Uang sebesar itu seharusnya bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia, tetapi malah hilang tanpa manfaat yang nyata.

Harapan Akan Perbaikan

Program MBG adalah gagasan baik yang seharusnya menjadi solusi konkret bagi masalah gizi di Indonesia. Namun, jika pengelolaannya tidak segera dievaluasi, program ini hanya akan menjadi simbol ambisi yang gagal. Pemerintah perlu mengambil langkah tegas, mulai dari memperketat pengawasan, menindak tegas oknum yang terlibat, hingga mereformasi mekanisme pelaksanaan program.

Skandal MBG adalah peringatan bahwa janji-janji manis tanpa perencanaan matang hanya akan menjadi bencana. Jika tidak segera diperbaiki, program ini berisiko menjadi catatan kelam dalam sejarah kebijakan publik Indonesia, di mana anggaran besar lenyap tanpa manfaat bagi mereka yang paling membutuhkan.(asyary)

Example 120x600