وَاِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِۗ اِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ ١٣
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: ‘Hai anakku! Janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.’” (QS. Luqman: 13)
ppmindonesia.com.Jakarta– Ayat ini menjadi titik tolak penting dalam memahami konsep pendidikan dalam Islam, khususnya pendidikan dalam keluarga yang ditujukan kepada anak-anak. Dari ayat tersebut dan lanjutan ayat-ayat berikutnya (ayat 14–17), kita dapat menyimpulkan beberapa prinsip dasar yang sangat penting dalam mendidik anak menurut Al-Qur’an.
1. Pendidikan Adalah Tanggung Jawab Orang Tua, Bukan Hanya Ibu
Dalam masyarakat kita, peran mendidik anak seringkali dipersepsikan sebagai tanggung jawab utama ibu. Ayah lebih banyak diposisikan sebagai pencari nafkah dan kepala rumah tangga dalam aspek finansial. Padahal, ayat di atas dengan sangat jelas menunjukkan bahwa Luqman, seorang ayah, memberikan pelajaran secara langsung kepada anaknya.
Ini menunjukkan bahwa dalam Islam, pendidikan anak adalah tanggung jawab bersama antara ayah dan ibu. Ayah tidak hanya bertugas mencari nafkah, tetapi juga wajib terlibat aktif dalam membina dan membentuk kepribadian anak-anaknya.
2. Prioritas Pertama dalam Pendidikan Anak: Penanaman Akidah
Langkah awal yang ditekankan Luqman kepada anaknya adalah larangan mempersekutukan Allah. Ini menunjukkan bahwa akidah adalah pondasi utama yang harus ditanamkan sejak dini. Pendidikan akidah menjadi dasar yang akan menopang seluruh dimensi kehidupan anak di masa depan.
Akidah yang kuat akan menjadi perisai bagi anak dari berbagai pengaruh negatif, baik dari dalam diri, lingkungan keluarga, maupun masyarakat.
Anak tanpa akidah yang kokoh akan mudah terjebak dalam kehidupan yang hampa nilai, rapuh menghadapi godaan, dan cenderung terseret dalam berbagai bentuk penyimpangan. Sebaliknya, anak yang ditanamkan tauhid sejak dini akan memiliki kepekaan spiritual, moralitas tinggi, dan arah hidup yang jelas.
3. Mendidik dengan Kasih Sayang dan Kelembutan
Kata seruan “Yaa Bunayya” yang digunakan Luqman menggambarkan pendekatan yang penuh kelembutan, kasih sayang, dan keakraban dalam mendidik. Seruan ini bukan sekadar panggilan biasa, melainkan menyiratkan cinta, kepedulian, dan hubungan emosional yang kuat antara orang tua dan anak.
Ini menunjukkan bahwa pendekatan yang paling efektif dalam mendidik anak adalah pendekatan yang hangat dan menyentuh hati, bukan dengan kekerasan atau paksaan. Kekerasan hanya akan melahirkan jiwa yang keras, pemberontakan, dan hilangnya rasa hormat anak terhadap orang tua.
Pendidikan yang dilandasi cinta akan melahirkan anak yang lembut, patuh, dan tenang jiwanya.
4. Pendidikan Ibadah: Menanamkan Kesadaran Salat
Setelah akidah ditanamkan, langkah selanjutnya adalah mendidik anak dalam ibadah, khususnya salat. Dalam QS. Luqman ayat 17, Luqman berkata:
يٰبُنَيَّ اَقِمِ الصَّلٰوةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوْفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلٰى مَآ اَصَابَكَۗ اِنَّ ذٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ ١٧
“Wahai anakku! Dirikanlah salat, dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik serta cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar, dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman: 17)
Salat bukan hanya kewajiban ritual, tetapi juga pembentuk karakter dan pengontrol perilaku. Orang tua wajib mengarahkan anak untuk menegakkan salat lima waktu dengan penuh kesadaran, bukan karena takut atau terpaksa. Salat yang benar akan menjadi penghalang dari perbuatan keji dan mungkar. Maka, kontrol dan perhatian orang tua terhadap ibadah anak sangatlah penting.
5. Mendidik Anak Menjadi Pendakwah dan Penyeru Kebaikan
Luqman tidak hanya mengajarkan salat, tetapi juga mengajarkan kepada anaknya untuk berkontribusi dalam masyarakat dengan menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Ini adalah bentuk pendidikan sosial dan dakwah yang penting untuk membentuk anak menjadi agen perubahan yang membawa nilai-nilai kebaikan di lingkungannya.
Namun, pendidikan ini juga harus dimulai dari keteladanan orang tua. Anak belajar lebih banyak dari apa yang dilihat dan dirasakan dibanding apa yang hanya didengar. Maka, orang tua perlu menjadi contoh dalam hal kebaikan, keberanian menyuarakan kebenaran, dan keistiqamahan dalam menghindari kemungkaran.
6. Menanamkan Kesabaran dalam Menghadapi Cobaan Hidup
Kehidupan tidak selalu mulus. Ada kalanya datang cobaan, kesulitan, dan penderitaan. Oleh karena itu, pendidikan kesabaran menjadi penting. Luqman mengajarkan kepada anaknya untuk bersabar dalam menghadapi berbagai ujian hidup. Dengan kesabaran, anak akan mampu bertahan, berpikir jernih, dan tidak mudah putus asa. Kesabaran juga menumbuhkan keteguhan iman dan kedekatan dengan Allah SWT.
7. Pendidikan Akhlak: Membentuk Karakter Mulia
Akhirnya, aspek yang tak kalah penting adalah pendidikan akhlak. Akhlak adalah cerminan dari kualitas diri seseorang. Anak-anak harus diajarkan untuk memiliki sifat sabar, rendah hati (tawadhu’), qanaah, dermawan, jujur, dan santun. Dan pendidikan akhlak ini tidak dapat hanya diajarkan lewat kata-kata, melainkan lewat keteladanan nyata dari kedua orang tua.
Seperti sabda Rasulullah SAW:
“Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah (suci), kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya, orang tua memegang peran kunci dalam membentuk karakter anak. Apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan oleh anak dalam lingkungan keluarganya akan membekas dan membentuk jati dirinya.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendidikan anak dalam Islam harus dimulai dengan menanamkan akidah yang benar, dilanjutkan dengan pembiasaan ibadah yang berkualitas, diarahkan menjadi insan yang berdakwah dan peduli terhadap lingkungan, dibekali dengan kesabaran dalam menghadapi ujian hidup, serta dihiasi dengan akhlak mulia.
Semua proses ini hanya bisa berhasil jika kedua orang tua saling bekerja sama dan menghadirkan cinta serta teladan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kita dapat mencetak generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara spiritual dan matang secara emosional. Semoga Allah SWT memudahkan usaha kita dalam mendidik anak-anak menjadi generasi yang bertauhid, taat, tangguh, dan berakhlak mulia. (emha)