Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Wama Tasyā’ūna Illā An Yashā’a Allah: Menyelaraskan Kehendak dengan Ketetapan Ilahi

5
×

Wama Tasyā’ūna Illā An Yashā’a Allah: Menyelaraskan Kehendak dengan Ketetapan Ilahi

Share this article

Punulis : husni fahro| Edditor; asyary

ppmindonesia.com.Jakarta – Dalam kehidupan sehari-hari, manusia terbiasa menginginkan banyak hal. Kita berharap mendapatkan pekerjaan yang layak, keluarga yang harmonis, tubuh yang sehat, dan kehidupan yang tenteram. 

Namun sering kali, kenyataan tidak berjalan seperti harapan. Lalu, tanpa sadar, muncul keluhan, kebingungan, bahkan protes batin: “Mengapa tidak sesuai dengan keinginanku?”

Al-Qur’an menjawab kegelisahan itu dengan lembut namun tegas:

وَمَا تَشَاۤءُوْنَ اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُۗ…۝٣٠

“Dan kamu tidak dapat menghendaki (sesuatu) kecuali apabila Allah menghendakinya.”  (QS Al-Insan: 30)

Ayat ini bukan meniadakan kebebasan manusia untuk memilih, tetapi mengajarkan bahwa segala kehendak manusia berada di dalam cakupan kehendak Allah. Ini bukan fatalisme pasif, melainkan panggilan untuk menyelaraskan kehendak dengan ketetapan-Nya—sebuah jalan ikhlas yang membawa kita kepada ketenangan sejati.

Kehendak yang Terbatas dan Ketetapan yang Sempurna

Dalam tafsirnya, Imam Fakhruddin Ar-Razi menegaskan bahwa ayat ini adalah bentuk pengakuan bahwa segala gerak kehendak manusia tidak terlepas dari ilmu dan izin Allah. 

Allah adalah Rabb yang Mahakuasa atas setiap peristiwa, sementara manusia adalah makhluk yang lemah, yang bahkan tidak dapat menjamin dirinya bangun esok pagi.

Namun Allah tidak menjadikan manusia seperti boneka. Manusia diberi akal, pilihan, dan tanggung jawab. Tetapi dalam kearifan Ilahi, Allah menyisipkan batas agar kita tidak menjadi sombong atas pilihan-pilihan kita. Inilah titik penting di mana “ikhtiar” bertemu dengan “tawakal”.

Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam salah satu tafsirnya menulis,

“Kehendak manusia tetap berlaku, tetapi kehendak itu hanya dapat terlaksana bila tidak bertentangan dengan kehendak Allah. Dalam ayat ini terdapat ajakan agar manusia tidak pongah, dan mengembalikan segalanya kepada Tuhan.”

Ketika Ikhtiar Berjumpa Ridha

Mereka yang hidupnya tenang bukan karena semua keinginannya tercapai, tetapi karena mereka belajar tidak memiliki keinginan kecuali yang Allah kehendaki. Inilah rahasia dari para nabi, wali, dan salihin: mereka tidak menolak usaha, tetapi mereka menanggalkan ambisi yang bertentangan dengan ridha Allah.

Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Imam Al-Ghazali menyebut bahwa puncak dari iman bukan hanya beriman kepada Allah, tetapi rida atas semua keputusan-Nya, bahkan ketika itu bertentangan dengan harapan pribadi. Ia menulis:

“Seorang hamba yang sempurna adalah yang tidak lagi menginginkan sesuatu kecuali apa yang Allah tetapkan untuknya. Karena itulah kebahagiaan sejati dan keselamatan hati.”

Menghindari Lupa dan Kesombongan

Maka, ketika Allah bertanya dalam QS Al-Infithar:6:

“Yaa ayyuhal insaan, maa gharraka bi rabbikal karim?”
“Wahai manusia, apakah yang telah memperdayakanmu (hingga kamu lupa) kepada Tuhanmu Yang Mahamulia?”
—pertanyaan itu bukan sekadar teguran, tetapi ajakan untuk merenung: Apakah kehendak kita selama ini bersandar pada petunjuk Ilahi, atau sekadar mengikuti ego yang licik?

Ulama besar Syaikh Ibn Atha’illah As-Sakandari dalam Al-Hikam menyatakan:

“Engkau berkehendak, dan Allah juga berkehendak. Tetapi jika kehendakmu tidak sejalan dengan kehendak-Nya, maka kehendak-Nya yang akan menang.”

Bukan berarti usaha sia-sia. Justru, dengan menyelaraskan kehendak, kita memperkuat niat dan langkah. Kita tidak hanya bekerja demi hasil, tetapi bekerja sebagai bentuk ibadah dan penyerahan.

Jalan Orang-Orang yang Menuju Tuhan

Ayat-ayat seperti QS Al-Insan: 29–30 dan QS At-Takwir: 28–29 memperlihatkan satu kelompok manusia yang hatinya berserah, kehendaknya tunduk, dan hidupnya mengikuti jalan yang ditentukan oleh Tuhannya. 

Mereka bukan robot tanpa jiwa, tapi jiwa-jiwa merdeka yang meletakkan kemerdekaannya di tangan Sang Pemilik Segala Kehendak.

۞ وَمَنْ يُّسْلِمْ وَجْهَهٗٓ اِلَى اللّٰهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰىۗ… ۝٢٢

“Dan siapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia berbuat baik, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada tali yang kuat.”  (QS Luqman: 22)

Dalam dunia yang bising dengan ambisi dan target, kita diajak kembali ke pusat: apakah kehendakku sejalan dengan kehendak-Nya? Karena hanya di sanalah letak ketenangan, keberkahan, dan kebahagiaan sejati. (husni fahro)

Example 120x600