Scroll untuk baca artikel
BeritaUmkm

Percepatan Fisik Kopdes: Praktik Swakelola Agrinas dan Potensi Konflik Keuangan Lokal

106
×

Percepatan Fisik Kopdes: Praktik Swakelola Agrinas dan Potensi Konflik Keuangan Lokal

Share this article

Penulis; acank| Editor; asyary

Koperasi Desa Merah Putih dan Gerai - Gerai nya (Ilustrasi(

ppmindonesia.com.Jakarta – Pemerintah resmi menugaskan PT Agrinas Pangan Nusantara (Persero) untuk melaksanakan pembangunan fisik gerai, gudang, dan kelengkapan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (Kopdes/Kelurahan Merah Putih). Penugasan tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 17 Tahun 2025 yang diteken Presiden Prabowo Subianto pada 22 Oktober 2025.

Melalui penugasan ini, Agrinas diharapkan menjadi motor percepatan proyek koperasi berskala nasional yang ditujukan untuk memperkuat ekonomi desa dan menekan kemiskinan ekstrem. Namun, di balik ambisi percepatan tersebut, muncul pertanyaan serius mengenai mekanisme pendanaan dan potensi beban keuangan bagi pemerintah desa.

Mandat Besar dari Inpres

Dalam Inpres tersebut, PT Agrinas mendapat mandat untuk membangun secara swakelola dengan melibatkan tenaga padat karya dan metode penunjukan langsung. Pemerintah juga menegaskan bahwa seluruh proses harus mengikuti praktik bisnis yang sehat sesuai peraturan perundang-undangan.

“Menugaskan kepada PT Agrinas Pangan Nusantara (Persero) untuk melaksanakan pembangunan fisik gerai, pergudangan, dan kelengkapan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih,” demikian bunyi diktum kelima Inpres tersebut.

Agrinas sendiri merupakan BUMN pangan hasil transformasi dari PT Yodya Karya (Persero) yang diresmikan pada Februari 2025. Selain bidang konstruksi dan konsultansi, Agrinas kini memperluas lini bisnisnya ke sektor pertanian dan ketahanan pangan.

Skema Pembiayaan: Pinjaman Bank, Jaminan Dana Desa

Menurut diktum keenam Inpres 17/2025, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendapat instruksi untuk menempatkan dana dan memberikan fasilitasi penganggaran guna mempercepat pembangunan koperasi. Skema pendanaan dilakukan melalui pinjaman dari Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) dan Bank Syariah Indonesia (BSI) dengan limit maksimal Rp3 miliar per unit dan tenor enam tahun.

Yang menjadi sorotan adalah sumber pelunasan pinjaman tersebut. Berdasarkan ketentuan Inpres, dana pengembalian dapat bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), atau bahkan Dana Desa.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan bahwa surat jaminan telah diterbitkan untuk mempercepat pencairan.

“Pinjamannya dijamin oleh Menteri Keuangan lewat dana desa, jadi bank bisa langsung kucurkan besok,” ujar Purbaya di Kantor Kemenkeu, Kamis (23/10/2025).

Ia menambahkan bahwa skema ini tidak membebani APBN karena likuiditas sebesar Rp200 triliun telah disiapkan di perbankan.

TNI Turun ke Lapangan

Keterlibatan TNI dalam proyek ini juga menjadi sorotan. Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto menyatakan, kerja sama Agrinas dan TNI dilakukan untuk memastikan percepatan dan kualitas pembangunan di lapangan.

“Kalau Agrinas itu pelaksana di lapangan saja, bersama TNI. Sudah ada perjanjian kerja sama antara PT Agrinas dengan Panglima TNI,” kata Yandri di Gedung Kemenkop Pangan, Jakarta (27/10/2025).

Yandri menilai TNI memiliki keunggulan teknis dan jaringan yang luas hingga ke tingkat Babinsa, sehingga dapat mempercepat pelaksanaan proyek.

Namun, pengamat menilai pelibatan TNI dalam proyek ekonomi sipil perlu diatur ketat agar tidak menimbulkan potensi tumpang tindih peran dan militerisasi kebijakan ekonomi desa.

Kritik DPR: Dana Desa Bukan Jaminan

Skema jaminan dana desa menuai kritik keras dari Ketua Komisi V DPR RI, Lasarus. Ia menilai kebijakan tersebut berisiko menambah beban pemerintahan desa yang selama ini sudah menghadapi kompleksitas pengelolaan anggaran.

“Saya kurang setuju menjadikan dana desa sebagai beban untuk pinjaman koperasi dari Bank Himbara. Dana desa itu punya peruntukan khusus,” ujar Lasarus di Jakarta (20/8/2025).

Menurutnya, penggunaan dana desa sebagai penjamin pinjaman bisa menimbulkan kebingungan soal keanggotaan koperasi dan tanggung jawab finansial masyarakat desa.

“Kalau dana desa jadi penjamin, berarti seluruh masyarakat otomatis anggota koperasi. Padahal modalnya hanya Rp3 miliar untuk ribuan penduduk desa—apakah itu cukup?” tambahnya.

Jaring Pengaman atau Jerat Baru?

Mendes Yandri Susanto sebelumnya menegaskan bahwa dana desa hanya akan digunakan sebagai jaring pengaman jika koperasi gagal membayar cicilan pinjaman. Dana tersebut tidak akan dicatat sebagai utang baru bagi koperasi.

“Kalau gagal bayar, koperasi tidak punya kewajiban mengembalikan kepada desa. Itu bentuk dukungan pemerintah untuk menyelamatkan koperasi,” jelas Yandri (13/8/2025).

Namun, sejumlah analis fiskal memperingatkan bahwa skema tersebut berpotensi mendorong moral hazard karena meniadakan kewajiban koperasi untuk bertanggung jawab secara penuh terhadap pinjaman yang digunakan.

Antara Percepatan dan Akuntabilitas

Program Koperasi Merah Putih yang melibatkan 80 ribu unit koperasi di seluruh Indonesia menjadi salah satu agenda prioritas dalam RAPBN 2026. Dengan nilai proyek yang sangat besar dan lintas sektor, transparansi sumber dana dan mekanisme akuntabilitas menjadi kunci keberhasilannya.

Pelibatan Agrinas, TNI, dan penggunaan dana desa memang mempercepat pembangunan, namun di sisi lain menimbulkan pertanyaan tentang batas tanggung jawab keuangan antar lembaga.

Apakah percepatan fisik koperasi ini akan benar-benar memperkuat ekonomi desa, atau justru membuka potensi konflik keuangan baru di tingkat lokal — masih perlu waktu untuk membuktikannya.

Example 120x600