Scroll untuk baca artikel
BeritaOpini

Koperasi Merah Putih dan Krisis Etika Sosial dalam Pemberdayaan Rakyat

86
×

Koperasi Merah Putih dan Krisis Etika Sosial dalam Pemberdayaan Rakyat

Share this article

Penulis; acank| Editor; asyary

Empat pengurus koperasi desa berdiskusi di ruang sederhana, menggambarkan semangat gotong royong di tengah keterbatasan. (Ilustrasi)

“Keadilan sosial tidak akan lahir dari sistem yang membiarkan pengabdian manusia berjalan tanpa penghargaan.”
Refleksi Penulis tentang Gerakan Koperasi Merah Putih

ppmindonesia.com. JakartaKoperasi Desa  Merah Putih (KDMP) lahir dari gagasan luhur: menumbuhkan kemandirian ekonomi rakyat berbasis kolaborasi desa, lembaga, dan pemerintah.
Namun di balik semangat Merah Putih itu, tersembunyi paradoks yang mengusik nurani. Banyak pengurus koperasi di tingkat akar rumput bekerja tanpa imbalan yang layak — bahkan kerap menanggung biaya operasional dari kantong pribadi.

Di atas kertas, koperasi disebut sebagai “soko guru perekonomian nasional”.
Namun di lapangan, para pengurus justru menjadi “pahlawan sunyi” yang bertahan dengan idealisme tanpa dukungan finansial memadai.

Etika Sosial yang Terabaikan

Fenomena ini bukan sekadar masalah ekonomi, tetapi juga krisis etika sosial dalam praktik pemberdayaan rakyat.
Bagaimana mungkin sebuah gerakan yang mengusung nilai keadilan dan gotong royong justru menelantarkan para penggeraknya?

Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, sebenarnya terdapat ruang bagi pengurus untuk menerima imbalan, selama disepakati dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT).
Namun dalam kenyataan, banyak koperasi belum mampu menyelenggarakan RAT secara ideal, apalagi menyediakan honor untuk pengurus. Alhasil, semangat pengabdian yang seharusnya menjadi sumber kekuatan justru berubah menjadi sumber kelelahan sosial.

“Menugaskan orang untuk bekerja bagi umat tanpa memberi hak atas jerih payahnya adalah bentuk ketidakadilan yang dibungkus idealisme.”
M. Hasan Asy’ary aktifis PPM Nasional

Koperasi: Dari Partisipasi ke Instruksi

Dari perspektif komunikasi pembangunan, kondisi ini menunjukkan lemahnya komunikasi partisipatif antara pemerintah dan pelaku koperasi.
Program sering datang dari atas (top-down), dengan koperasi hanya menjadi pelaksana administratif kebijakan, bukan subjek utama pembangunan ekonomi rakyat.

Koperasi sejatinya adalah ruang partisipasi horizontal.
Ia dibangun dari, oleh, dan untuk anggota — bukan dari atas ke bawah.
Ketika mekanisme partisipatif itu digantikan oleh struktur komando, maka koperasi kehilangan rohnya sebagai gerakan sosial.

Perspektif Islam: Antara Amanah dan ‘Adl

Dalam pandangan Islam, bekerja untuk kemaslahatan umat memang bernilai ibadah.
Namun keikhlasan tidak boleh dijadikan alasan untuk meniadakan keadilan.

Nabi Muhammad SAW mengingatkan, “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum keringatnya kering.”
Hadis ini bukan sekadar etika ekonomi, tetapi prinsip keadilan sosial yang menuntut penghargaan terhadap kerja manusia.

Gerakan koperasi seharusnya menjadi pengejawantahan nilai ‘adl (keadilan) dan ihsan (kebaikan).
Ketika pengurus bekerja tanpa dukungan finansial, sistem itu kehilangan ruh moralnya.

Usulan Jalan Tengah

Agar koperasi tidak kehilangan arah, ada beberapa langkah yang perlu ditempuh:

  1. Masukkan komponen “operasional pengurus dalam setiap anggaran program Koperasi Merah Putih.
    Ini bukan bentuk gaji tetap, melainkan pengakuan atas pengabdian.
  2. Perkuat RAT sebagai ruang demokratis.
    RAT harus menjadi forum terbuka untuk membahas honorarium, transparansi anggaran, dan evaluasi kinerja.
  3. Bangun sistem kemitraan yang sejajar.
    Pemerintah dan BUMN hendaknya menempatkan koperasi bukan sebagai “pelaksana proyek”, melainkan mitra setara dalam pembangunan ekonomi lokal.
  4. Tanamkan kembali pendidikan koperasi.
    Pendidikan anggota adalah jantung koperasi. Tanpa pemahaman nilai, koperasi akan terjebak menjadi lembaga formal tanpa jiwa.

Menjaga Ruh Gotong Royong

Kemandirian ekonomi rakyat tidak akan tumbuh di atas pengorbanan sepihak.
Pengurus koperasi adalah pelaku utama perubahan sosial, bukan relawan abadi yang diabaikan haknya.

Gerakan Koperasi Merah Putih perlu kembali ke semangat aslinya: menegakkan keadilan, membangun kesejahteraan, dan menghidupkan gotong royong.
Bekerja untuk umat memang mulia, tetapi lupa pada keadilan adalah awal dari runtuhnya makna pengabdian itu sendiri.

Example 120x600