Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Agama dan Perdamaian: Mengapa Al-Qur’an Menolak Kekerasan atas Nama Tuhan

95
×

Agama dan Perdamaian: Mengapa Al-Qur’an Menolak Kekerasan atas Nama Tuhan

Share this article

Kajian Qur’an bil Qur’an oleh Syahida

Ilustrasi: Siluet tulian "Salam" di atas latar bumi dan merpati putih

ppmindonesia.com. Jakarta – Ketika dunia modern diguncang oleh konflik yang sering dibungkus dengan simbol agama, pertanyaan besar muncul: Benarkah agama — khususnya Islam — mendukung kekerasan? Ataukah justru manusia yang salah membaca teks dan mengabaikan prinsip dasar kitab suci?

Al-Qur’an, sejak awal pewahyuan, menegaskan bahwa agama berdiri di atas fondasi rahmat, perdamaian, dan penghormatan martabat manusia. Ketika narasi kekerasan menyeruak, Qur’an membongkar akar kesalahpahaman itu dan menunjukkan bahwa kekerasan atas nama Tuhan bukanlah ajaran Ilahi, melainkan penyimpangan manusia terhadap wahyu.

Islam sebagai Jalan Perdamaian

Nama “Islam” sendiri membawa pesan fundamental: menyerah kepada Tuhan dan menghasilkan kedamaian. Hal ini bersumber dari akar kata s-l-m yang sama dengan kata salam (kedamaian).

Qur’an menegaskan bahwa misi Nabi bukan untuk menciptakan ketakutan, tetapi kedamaian dan penyempurnaan akhlak:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.” (QS Al-Anbiya [21]: 107)

Jika misi kerasulan adalah rahmat, maka segala gerakan yang membawa kekerasan, kebencian, dan pembunuhan secara otomatis bertentangan dengan landasan ini.

Tidak Ada Pemaksaan dalam Beragama

Al-Qur’an secara eksplisit menolak kekerasan dalam konteks agama — baik berupa pemaksaan masuk agama, intimidasi, maupun ancaman sosial dan politik.

لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ
“Tidak ada paksaan dalam agama.”(QS Al-Baqarah [2]: 256)

Ayat ini bukan sekadar statemen etis. Ia adalah prinsip hukum dan teologis yang mengakui bahwa iman hanya sah jika lahir dari kesadaran, bukan tekanan.

Pemaksaan bertentangan dengan mekanisme fitrah: manusia harus memilih secara bebas agar pertanggungjawaban moralnya menjadi otentik.

Qur’an Mengharamkan Pembunuhan Manusia Tak Bersalah

Qur’an memosisikan nyawa manusia sebagai sesuatu yang amat sakral. Pembunuhan terhadap satu jiwa—apa pun agamanya—dirumuskan sebagai kejahatan terhadap seluruh umat manusia.

مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا
“Barang siapa membunuh satu jiwa, bukan karena (ia membunuh) jiwa yang lain atau membuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh seluruh manusia.”
(QS Al-Ma’idah [5]: 32)

Ayat ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an melihat kekerasan sebagai ancaman terhadap keseluruhan tatanan kemanusiaan.

Ketika Kekerasan Dibenarkan? Hanya dalam Konteks Pembelaan—Bukan Agresi

Qur’an mengizinkan perlawanan hanya dalam konteks defensif, bukan ekspansi, bukan dominasi, bukan penaklukan agama.

وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا
“Dan perangilah di jalan Allah mereka yang memerangi kamu, tetapi janganlah kamu melampaui batas.”
(QS Al-Baqarah [2]: 190)

Kunci ayat ini ada pada dua pernyataan tegas:

  1. Orang yang memerangi kamu, bukan semua orang
  2. Jangan melampaui batas, yaitu tidak memulai agresi, tidak membunuh non-kombatan, tidak merusak, dan tidak membalas dendam buta.

Tuhan Menolak Kekerasan—Manusia yang Menciptakannya

Qur’an menguraikan bahwa banyak kekerasan terjadi bukan karena Tuhan memerintahkannya, tetapi karena manusia mengikuti hawa nafsu, fanatisme golongan, atau dendam politik.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut karena ulah tangan manusia.”
(QS Ar-Rum [30]: 41)

Kekerasan atas nama agama sering kali merupakan cerminan:

  • perebutan kekuasaan
  • manipulasi teks untuk kepentingan dunia
  • ketakutan dan trauma sosial
  • dogmatisme buta
  • bukan refleksi spiritual.

Qur’an Mengajarkan Resolusi Konflik—Bukan Eskalasi

Konsekuensi logis dari ajaran perdamaian adalah dialog, mediasi, dan rekonsiliasi sosial. Qur’an memberikan prinsip sederhana tapi kuat:

وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا
“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya.” (QS Al-Anfal [8]: 61)

Ini adalah ayat yang luar biasa:
Bahkan dalam kondisi perang pun, jika pihak lawan menunjukkan sikap damai, maka umat Islam harus segera menyambutnya.

Agama Bukan Identitas untuk Memusuhi, Melainkan Jalan untuk Memanusiakan

Qur’an tidak membenarkan permusuhan berbasis identitas agama. Ia justru mengakui pluralitas sebagai kehendak Ilahi.

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً
“Dan kalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia sebagai satu umat saja.”
(QS Hud [11]: 118)

Keberagaman adalah sunnatullah, bukan ancaman. Tugas manusia adalah berlomba dalam kebaikan, bukan saling meniadakan.

Membaca Agama dalam Cahaya Rahmat, Bukan Kekerasan

Pesan utama Qur’an bukanlah agresi, melainkan rahmat, akhlak, keadilan, dan kebebasan memilih. Kekerasan atas nama Tuhan selalu merupakan bentuk penyimpangan, baik terhadap wahyu maupun terhadap kemanusiaan itu sendiri.

Tuhan tidak membutuhkan manusia untuk membela-Nya dengan pedang;
yang dibutuhkan adalah manusia yang membela keadilan, kehidupan, dan kedamaian.

Example 120x600