Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Halal–Haram dalam Al-Qur’an: Siapa yang Berhak Menentukan?

73
×

Halal–Haram dalam Al-Qur’an: Siapa yang Berhak Menentukan?

Share this article

Kajian Syahida – Qur’an bil Qur’an| Oleh; syahida

ppmindonesia.com.Jakarta — Di tengah maraknya perdebatan halal dan haram yang semakin melebar hingga melampaui batas teks suci, Al-Qur’an kembali menegaskan prinsip dasarnya: bahwa hanya Allah yang berhak menentukan apa yang halal dan apa yang haram, bukan otoritas manusia, tradisi, ataupun ulama sebesar apa pun pengaruhnya.

Pernyataan ini bukan sekadar gagasan teologis, tetapi merupakan peringatan langsung dari Al-Qur’an, yang menuntut setiap muslim menimbang setiap klaim keagamaan berdasarkan pengetahuan, bukan taklid buta.

Landasan Ayat: Jangan Ikut Sesuatu Tanpa Ilmu

﴿ وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُـَٔادَ كُلُّ أُو۟لَـٰٓئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا ﴾
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati—semuanya kelak akan diminta pertanggungjawabannya.” (Al-Isrā’ 17:36)

Ayat ini, dalam perspektif Syahida, adalah fondasi epistemologis Islam. Ia menegaskan bahwa kebenaran agama harus diverifikasi, bukan diwarisi begitu saja melalui budaya, guru, atau otoritas sosial—termasuk dalam urusan halal dan haram.


Halal dan Haram: Hak Eksklusif Allah

1. Teguran Allah kepada umat manusia (Yunus 10:59)

﴿ قُلْ أَرَءَيْتُم مَّآ أَنزَلَ ٱللَّهُ لَكُم مِّن رِّزْقٍ فَجَعَلْتُم مِّنْهُ حَرَامًۭا وَحَلَـٰلًا ۚ قُلْ ءَآللَّهُ أَذِنَ لَكُمْ أَمْ عَلَى ٱللَّهِ تَفْتَرُونَ ﴾
“Katakanlah: Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagian haram dan sebagian halal. Katakanlah: Apakah Allah telah memberi izin kepadamu atau kamu mengada-adakan terhadap Allah?” (Yunus 10:59)

Di sini Al-Qur’an menggugat langsung setiap tindakan manusia yang menetapkan hukum baru tanpa otoritas wahyu.
Dalam konteks Syahida, “rizq” mencakup: makanan, sumber daya alam,ilmu, kapasitas spiritual, dan karunia kehidupan secara umum.

Menghalangi, mengharamkan, atau membatasi hal-hal yang Allah tidak haramkan berarti melakukan kebohongan terhadap Allah.

Bahkan Nabi Muhammad Ditegur Allah

Salah satu ayat paling kuat dalam tema ini adalah teguran Allah terhadap Nabi sendiri.

﴿ يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَآ أَحَلَّ ٱللَّهُ لَكَ ۖ تَبْتَغِى مَرْضَاتَ أَزْوَٰجِكَ ۚ وَٱللَّهُ غَفُورٌۭ رَّحِيمٌۭ ﴾(At-Taḥrīm 66:1)

Dalam ayat ini, Nabi mengharamkan sesuatu yang halal karena ingin menyenangkan istri-istrinya, namun Allah langsung menegur:

﴿ قَدْ فَرَضَ ٱللَّهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَـٰنِكُمْ ۚ وَٱللَّهُ مَوْلَىٰكُمْ ۖ وَهُوَ ٱلْعَلِيمُ ٱلْحَكِيمُ ﴾
“Allah telah menetapkan cara untuk membebaskan dirimu dari sumpahmu.” (66:2)

Jika Nabi saja tidak diperkenankan mengharamkan apa yang Allah halalkan, bagaimana dengan manusia lain?

Empat yang Diharamkan Allah dalam Qur’an

Al-Qur’an menyebut daftar yang tegas dan terbatas:

﴿ إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ ٱلْمَيْتَةَ وَٱلدَّمَ وَلَحْمَ ٱلْخِنزِيرِ وَمَآ أُهِلَّ لِغَيْرِ ٱللَّهِ بِهِۦ ﴾
*(“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu:bangkai,darah,daging babi,sesuatu yang disebut (didedikasikan) untuk selain Allah.”)* (An-Naḥl 16:115)

Ayat lanjutan memperingatkan keras:

Larangan Mengharamkan di Luar yang Allah Haramkan

﴿ وَلَا تَقُولُوا۟ لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ ٱلْكَذِبَ هَـٰذَا حَلَـٰلٌۭ وَهَـٰذَا حَرَامٌۭ لِّتَفْتَرُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ ٱلْكَذِبَ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ ﴾
“…agar kamu mengada-adakan kebohongan terhadap Allah.” (16:116)

Ayat ini menegaskan bahwa siapa pun yang menetapkan hukum halal-haram baru berpotensi terjerumus ke dalam dosa besar: memalsukan wahyu.

Mengapa Allah Melarang Taklid dalam Hukum Halal-Haram?

Karena melanggar hukum Allah membawa kehidupan menuju kesempitan, sebagaimana ditegaskan:

﴿ وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةًۭ ضَنكًۭا ﴾
“Barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, baginya kehidupan yang sempit.” (Ṭāhā 20:124)

Dalam perspektif Syahida, kesempitan ini bukan hanya ekonomi atau fisik, tetapi: kebingungan moral, perpecahan sosial, kekerasan atas nama agama, dan hilangnya kemerdekaan berpikir.

Kajian Syahida; Quran Bil Quran Prinsip Besarnya:

  1. Halal dan haram hanya Allah yang menetapkan.
  2. Tidak ada otoritas lain—bahkan Nabi—yang boleh mengubahnya.
  3. Mengharamkan yang halal sama dengan memalsukan agama.
  4. Ayat-ayat tentang halal-haram harus ditafsirkan oleh ayat lain, bukan tradisi.
  5. Muslim wajib menguji setiap klaim agama dengan ilmu.

Perdebatan halal-haram dalam masyarakat modern sering meluas hingga pada perkara yang tidak pernah disinggung Al-Qur’an. Kajian Qur’an bil Qur’an memperlihatkan bahwa Allah tidak menghendaki agama dipersulit atau ditambahi aturan manusia.

Dalam hal halal dan haram, Al-Qur’an memanggil setiap muslim untuk kembali kepada sumber tunggal syariat: firman Allah, bukan kebiasaan, bukan tradisi, bukan tekanan sosial.

Example 120x600