Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Lebih Utama Cintanya kepada Allah: Sebuah Panggilan untuk Pembuktian Iman

359
×

Lebih Utama Cintanya kepada Allah: Sebuah Panggilan untuk Pembuktian Iman

Share this article
asyaddu hubban lillah "lebih sangat cintanya kepada Allah" 2:165 (ppm.doc)

ppmindonesia.com, Jakarta– Dalam kehidupan manusia, cinta adalah tema yang paling sering menyibukkan pikiran dan perhatian. Namun, cinta kepada Allah—sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah (2:165) dengan istilah asyaddu hubban lillah (lebih sangat cintanya kepada Allah) adalah prioritas utama yang membedakan orang beriman.

Cinta kepada Allah bukan sekadar ungkapan di bibir, tetapi harus terbukti nyata dalam kehidupan sehari-hari. Seorang mukmin sejati tidak hanya mengaku mencintai Allah, tetapi menunjukkan bahwa cinta itu lebih utama dari segala sesuatu selain Allah.

Namun, kenyataan menunjukkan adanya keanehan di kalangan sebagian orang yang mengaku mencintai Allah, tetapi tidak tampak bukti nyata dalam hidup mereka. Di antara kejanggalan tersebut:

  • Mengapa masih ada yang tidak mempelajari dan memahami kitab Allah? Bahkan, pada usia lanjut, ada yang masih kesulitan membaca Al-Qur’an, apalagi memahaminya.
  • Mengapa risalah kenabian yang menjadi petunjuk hidup seolah diabaikan? Banyak waktu luang terbuang tanpa upaya menelaah wahyu untuk memperdalam ilmu dan meningkatkan kecerdasan spiritual.
  • Apakah ini bukan bentuk kesombongan? Ketika wahyu Allah berlalu begitu saja tanpa disikapi sebagai sesuatu yang penting, padahal manusia tidak diciptakan kecuali untuk mengabdi kepada-Nya. Jika benar cintanya kepada Allah, mengapa tidak memuliakan wahyu tersebut sebagai wujud pengabdian?

Pada titik ini, pertanyaan layak diajukan: Apakah benar cinta kepada Allah itu masih ada? Jika masih ada, mengapa tidak diwujudkan dengan tindakan nyata? Paling tidak, seorang yang mencintai Allah seharusnya berjuang di jalan Allah (sabilillah) dengan harta dan jiwa, sebagaimana diperintahkan dalam Surah At-Taubah (9:41) dan Ash-Shaff (61:11). Minimal, ia harus memahami kitab Allah dan beriman dengan sungguh-sungguh, karena keduanya adalah ruh dari segala perintah Allah (lihat Surah Asy-Syura 42:52).

Bahkan Rasulullah Muhammad ﷺ, sebelum menerima wahyu dan iman sebagai energi pencerahan, berada dalam kebingungan dan kesesatan (lihat Surah Ad-Duha 93:7: “Dan Dia (Allah) mendapatimu dalam kesesatan, lalu Dia memberi petunjuk.”).

Setiap orang yang mengutamakan cinta kepada Allah harus bersiap menghadapi ujian besar, sebagaimana dijelaskan dalam Surah Ali Imran (3:186). Ujian tersebut meliputi gangguan terkait harta dan jiwa, serta fitnah dari kaum musyrik.

Namun, bagi mereka yang tetap teguh dan istiqamah dalam mengutamakan cinta kepada Allah, Al-Qur’an memberikan kabar gembira berupa jaminan keamanan dan kedamaian. Surah Fussilat (41:30-31) menyatakan bahwa orang-orang yang istiqamah akan mendapat perlindungan dari malaikat dan tidak akan merasa takut atau bersedih.

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami adalah Allah,’ kemudian mereka tetap istiqamah, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), ‘Janganlah kamu takut dan janganlah kamu bersedih; dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepadamu.’ Kami adalah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat.”

Melalui Syahida 040 ini, kami mengajak semua pihak untuk benar-benar menjadikan cinta kepada Allah sebagai prioritas utama, bukan hanya sekadar ucapan di bibir. Tunjukkan cinta itu dalam wujud nyata dengan memperdalam pemahaman agama dan menjadikan wahyu sebagai pedoman hidup. Marilah kita renungkan pesan Surah Fussilat (41:30-31) agar kita tetap istiqamah dalam mengutamakan cinta kepada Allah, sehingga memperoleh kedamaian dan perlindungan di dunia dan akhirat. (husni fahro)

 

Example 120x600