Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Sekte dalam Islam: Mengapa Al-Qur’an Melarangnya, dan Bagaimana Tasawuf Termasuk di Dalamnya

38
×

Sekte dalam Islam: Mengapa Al-Qur’an Melarangnya, dan Bagaimana Tasawuf Termasuk di Dalamnya

Share this article

Penulis : emha | Editor : asyary

pppmindonesia.com.Jakarta – Dalam sejarah Islam, keberagaman pandangan adalah keniscayaan. Namun, ketika perbedaan itu berubah menjadi eksklusivisme, kultus golongan, dan pembelahan sosial-keagamaan, maka ia tak lagi sekadar ijtihad—melainkan menjadi sekte. 

Al-Qur’an secara konsisten memperingatkan umat Islam agar tidak terpecah menjadi golongan-golongan. Sayangnya, sejarah mencatat bahwa umat justru sering tergelincir ke dalam praktik yang dikutuk Kitab Suci ini. 

Salah satu bentuknya adalah berkembangnya berbagai tarekat sufi yang secara struktural dan dogmatis menyerupai sekte.

Larangan Tegas Al-Qur’an terhadap Perpecahan

Al-Qur’an dengan sangat gamblang mencela umat yang memecah belah agama:

اِنَّ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا شِيَعًا لَّسْتَ مِنْهُمْ فِيْ شَيْءٍۗ اِنَّمَآ اَمْرُهُمْ اِلَى اللّٰهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ ۝١٥٩

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi bergolongan-golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka (kembali) kepada Allah, kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat.” (QS Al-An’am: 159)

Ayat ini menegaskan bahwa memecah agama ke dalam kelompok-kelompok adalah tindakan yang mengeluarkan pelakunya dari jalan Rasul. 

Bahkan, tanggung jawab dakwah Nabi tidak berlaku atas mereka yang mengangkat bendera golongan atas nama agama.

Ayat lain memperkuat:

وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوْا وَاخْتَلَفُوْا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْبَيِّنٰتُۗ…۝١٠٥

“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah datang keterangan yang jelas kepada mereka.” …(QS Ali Imran: 105)

Perpecahan tidak hanya menandai kelemahan, tetapi juga merupakan bentuk pembangkangan terhadap petunjuk Ilahi.

Apa Itu Sekte?

Sosiolog agama Max Weber menyebut sekte sebagai kelompok religius yang eksklusif, memiliki klaim kebenaran tunggal, serta memandang orang di luar kelompoknya sebagai tersesat. 

Sekte ditandai dengan struktur otoritas yang kuat, dogma tetap, dan loyalitas pada pemimpin lebih dari teks suci.

Sayangnya, banyak gerakan keagamaan dalam Islam, termasuk tarekat-tarekat sufi tertentu, memperlihatkan ciri-ciri tersebut. 

Dari pengkultusan mursyid (guru spiritual), bai’at sebagai syarat keselamatan, hingga keyakinan bahwa hanya jalur mereka yang “sampai” kepada Allah.

Tasawuf: Antara Pembersihan Jiwa dan Kultus Golongan

Tasawuf pada asalnya bukanlah sekte. Ia lahir dari semangat untuk membersihkan batin, menghidupkan dimensi ihsan yang diajarkan Nabi: “Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya.” (HR Bukhari). 

Namun dalam sejarahnya, tasawuf berkembang menjadi sistem dengan simbol, wirid, pakaian, dan hirarki khusus. Tarekat-tarekat sufi seperti Qadiriyyah, Naqsyabandiyah, atau Syadziliyyah menjelma menjadi komunitas eksklusif yang menuntut kesetiaan mutlak pada guru.

Prof. Harun Nasution pernah menulis:

“Tasawuf dalam perkembangannya lebih menekankan pengalaman batin daripada wahyu. Akibatnya, tidak semua ajaran sufi dapat diterima dalam kerangka ortodoksi Islam.”(Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, 1975)

Beberapa ajaran sufistik bahkan menyatakan bahwa mursyid bisa menjadi ‘wasilah’ mutlak menuju Tuhan—sehingga hubungan langsung antara manusia dan Tuhannya seakan terputus tanpa peran guru tarekat.

Kultus Mursyid: Menggeser Tauhid

Al-Qur’an menegaskan bahwa tidak ada perantara dalam ibadah kecuali Allah:

وَاِذَا سَاَلَكَ عِبَادِيْ عَنِّيْ فَاِنِّيْ قَرِيْبٌۗ اُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِۙ …. ۝١٨٦

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku.”… (QS Al-Baqarah: 186)

Namun dalam beberapa tarekat, mursyid dianggap bisa “mengangkat” murid kepada Allah. Bahkan ada anggapan bahwa siapa yang tidak berbai’at kepada mursyid, tidak akan mendapatkan petunjuk ruhani. 

Ini mirip dengan struktur gerejawi dalam Kristen Katolik, di mana hubungan dengan Tuhan harus melalui imam dan sakramen.

Tasawuf Sebagai Golongan

Ketika tarekat menjadi identitas sosial, dan pengikutnya merasa lebih suci dari Muslim lain, di situlah tasawuf berubah menjadi sekte. 

Di banyak komunitas, pengikut tarekat tertentu menolak salat berjamaah dengan non-anggota, memiliki wirid dan salam khusus, serta menganggap kelompok lain sebagai awam atau “orang luar.”

Padahal Islam mengajarkan persaudaraan yang universal:

وَاِنَّ هٰذِهٖٓ اُمَّتُكُمْ اُمَّةً وَّاحِدَةً وَّاَنَا۠ رَبُّكُمْ فَاتَّقُوْنِ ۝٥٢

“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.” (QS Al-Mu’minun: 52)

Identitas seorang muslim seharusnya ditentukan oleh keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan afiliasi tarekat.

Bahaya Tafarruq (Perpecahan) dalam Nama Spiritualitas

Sekte, dalam bentuk apa pun, menimbulkan bahaya besar: fanatisme, perpecahan umat, dan pelemahan dakwah Islam. Jika setiap kelompok merasa paling benar dan mengucilkan yang lain, maka umat Islam akan kehilangan ruh persatuan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Dr. Yusuf al-Qaradawi dalam bukunya al-Sahwah al-Islamiyyah menyatakan:

“Agama ini adalah agama tauhid, bukan hanya dalam ibadah kepada Allah, tapi juga dalam bersatu di atas tali agama-Nya. Setiap bentuk perpecahan adalah awal kehancuran.”

Kembali kepada Al-Qur’an

Tasawuf tidak haram, jika yang dimaksud adalah pembersihan jiwa dan peningkatan takwa. Namun, begitu ia menjelma menjadi sekte, menjadi “golongan dalam Islam” dengan sistem bai’at dan mursyid yang mirip pendeta, maka ia berada dalam wilayah yang dikecam Al-Qur’an.

Umat Islam harus kembali kepada prinsip dasar:

وَاعْتَصِمُوْا بِحَبْلِ اللّٰهِ جَمِيْعًا وَّلَا تَفَرَّقُوْ… ۝١٠٣

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai…” (QS Ali Imran: 103)

Islam bukan milik kelompok mana pun. Ia adalah sistem tauhid, yang menyatukan seluruh manusia di bawah satu prinsip: hanya Allah yang berhak disembah, hanya Rasul-Nya yang diteladani, dan hanya Al-Qur’an yang menjadi pembeda antara yang haq dan yang batil. (emha)

 

Example 120x600