Scroll untuk baca artikel
BeritaHikmah

Dawam Raharjo: Manusia sebagai Penerima Cahaya Al-Qur’an

254
×

Dawam Raharjo: Manusia sebagai Penerima Cahaya Al-Qur’an

Share this article
Dawan Rahardjo : manusia harus mendekati Al-Qur'an bukan dengan niat untuk mendominasi atau mencari-cari makna yang sesuai dengan keinginannya (ppm.doc)

ppmindonesia.com, JakartaDawam Raharjo, seorang pemikir Muslim yang dikenal luas di Indonesia, memiliki pandangan yang mendalam tentang posisi manusia dalam hubungannya dengan Al-Qur’an. Baginya, manusia tidak ditempatkan sebagai penguasa atas wahyu, melainkan sebagai penerima cahaya ilahi yang menuntun kehidupan. Dalam perspektif Dawam, Al-Qur’an adalah sumber nur yang tidak hanya memberikan petunjuk tetapi juga menginspirasi manusia untuk menjalani kehidupan yang penuh kesadaran dan kebijaksanaan.

Al-Qur’an sebagai Nur dan Pedoman Hidup

Dawam Raharjo sering menekankan bahwa Al-Qur’an adalah cahaya (nur) yang Allah turunkan untuk membimbing umat manusia. Dalam Surah An-Nur (24:35), Allah digambarkan sebagai “Cahaya di atas cahaya,” yang menerangi hati manusia melalui wahyu-Nya. Dalam konteks ini, manusia harus membuka diri untuk menerima pancaran cahaya tersebut, sebagaimana Dawam pernah menyebutkan bahwa tugas manusia adalah “menyediakan diri untuk senantiasa disinari oleh pancaran Al-Qur’an.” Dengan menerima cahaya ini, manusia akan mampu membedakan kebenaran dari kesalahan, serta menemukan jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Manusia sebagai Penerima, Bukan Pengendali Wahyu

Pandangan Dawam menolak keras gagasan bahwa manusia dapat mendominasi atau mengendalikan wahyu melalui tafsir yang bersifat subyektif. Sebagai penerima wahyu, manusia harus menyadari keterbatasannya. Surah Al-Baqarah (2:216) mengingatkan bahwa “Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” Ayat ini menegaskan bahwa manusia, dengan segala keterbatasan ilmunya, tidak memiliki kapasitas untuk memahami seluruh kebijaksanaan Allah tanpa bimbingan dari-Nya. Oleh karena itu, Dawam percaya bahwa sikap yang paling tepat adalah kerendahan hati dalam menerima dan mengikuti wahyu.

Membedakan Peran Rasul dan Mufassir

Dalam salah satu pemikirannya, Dawam membedakan peran Rasulullah sebagai penyampai wahyu dengan peran mufassir yang mencoba menjelaskan wahyu. Rasulullah, sebagaimana disebutkan dalam Surah Al-Ma’idah (5:92), hanyalah “balaghul mubin”—penyampai yang jelas. Rasul tidak bertindak sebagai penafsir wahyu, melainkan menyampaikan apa adanya sesuai dengan perintah Allah. Sebaliknya, para mufassir sering kali berusaha memberikan penjelasan tambahan yang tak jarang dipengaruhi oleh subjektivitas mereka. Dawam mengingatkan bahwa tindakan menafsirkan Al-Qur’an tanpa kerangka yang benar dapat melampaui batas kewajaran manusia sebagai penerima wahyu.

Kerendahan Hati dalam Memahami Al-Qur’an

Salah satu inti pemikiran Dawam adalah pentingnya kerendahan hati dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an. Dawam menekankan bahwa manusia harus mendekati Al-Qur’an bukan dengan niat untuk mendominasi atau mencari-cari makna yang sesuai dengan keinginannya, tetapi dengan tujuan untuk memahami dan mengikuti petunjuk yang terkandung di dalamnya. Dalam Surah Ali Imran (3:7), Allah memperingatkan tentang orang-orang yang mengikuti ayat-ayat mutasyabihat (samar) untuk mencari-cari takwil demi kepentingan mereka sendiri. Sikap semacam ini, menurut Dawam, tidak hanya menyalahi esensi wahyu, tetapi juga berpotensi menyesatkan.

Menghidupkan Nur Al-Qur’an dalam Kehidupan

Bagi Dawam Raharjo, tujuan utama manusia sebagai penerima cahaya Al-Qur’an adalah untuk menghidupkan nur tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini melibatkan transformasi spiritual, moral, dan sosial yang sejalan dengan ajaran Al-Qur’an. Dawam percaya bahwa cahaya Al-Qur’an harus terwujud dalam tindakan nyata, baik dalam bentuk keadilan sosial, kepedulian terhadap sesama, maupun penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan universal. Dalam pandangan Dawam, manusia yang benar-benar menerima dan mengamalkan cahaya Al-Qur’an akan menjadi pribadi yang membawa manfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain.

Pemikiran Dawam Raharjo menegaskan pentingnya posisi manusia sebagai penerima cahaya Al-Qur’an, bukan sebagai pengendali atau penginterpretasi yang melampaui batas. Al-Qur’an, sebagai wahyu ilahi, adalah sumber petunjuk yang sempurna dan tidak membutuhkan tambahan dari manusia. Tugas manusia adalah membuka hati untuk menerima cahaya tersebut, merenungkannya dengan kerendahan hati, dan mengamalkannya dalam kehidupan. Dengan demikian, manusia dapat menjalani hidup yang penuh makna dan berada dalam harmoni dengan tujuan ilahi yang termaktub dalam Al-Qur’an.(husni fahro)

Example 120x600