ppmindonesia.com, Jakarta -Pada dasarnya, hampir semua orang memiliki keinginan untuk menjadi seseorang yang benar-benar bertuhan (robbanin). Namun, sangat disayangkan bahwa hanya sedikit orang yang berhasil mewujudkan keinginan tersebut.
Padahal, untuk menjadi orang yang benar-benar bertuhan sebenarnya tidak sulit. Allah menegaskan bahwa Dia tidak menjadikan kesulitan dalam agama (QS Al-Hajj: 78, “Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan”). Dengan demikian, jalan menuju ketuhanan sejati seharusnya bisa ditempuh oleh siapa pun yang bersungguh-sungguh.
Dalam Al-Qur’an surah Ali Imran (3:79), Allah dengan jelas menjelaskan bahwa untuk menjadi seorang yang benar-benar bertuhan (robbanin), ada dua langkah yang harus dilakukan: mempelajari kitab Allah dan mengajarkannya. Firman Allah: “Jadilah kamu orang-orang rabbani karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan mempelajarinya.” (QS Ali Imran: 79).
Ini berarti, jika mengajarkan kitab Allah menjadi syarat untuk mencapai robbanin, maka mempelajarinya dengan sungguh-sungguh adalah keharusan yang tidak dapat diabaikan. Bagaimana mungkin seseorang bisa mengajarkan sesuatu yang belum ia kuasai?
Allah telah memudahkan Al-Qur’an sebagai pelajaran dan peringatan bagi siapa pun yang mau mempelajarinya, sebagaimana ditegaskan dalam surah Al-Qamar (54:17): “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?”
Namun, masih ada banyak manusia yang lalai dan tidak memanfaatkan kesempatan ini. Bahkan, Allah memberikan peringatan yang lebih tajam dalam surah Muhammad (47:24): “Maka apakah mereka tidak memperhatikan (mentadabburi) Al-Qur’an, ataukah hati mereka telah terkunci?” Pertanyaan ini menggugah kesadaran kita untuk merenungkan: bagaimana kita harus bersikap terhadap pertanyaan Allah tersebut? Apakah kita akan mengabaikannya begitu saja atau merasa terpanggil untuk menjawabnya dengan kepatuhan?
Jika hati kita bebas dari kesombongan, tentu kita akan menjawab pertanyaan Allah dengan ketaatan dan ketulusan. Manusia diciptakan dengan satu tujuan utama, yaitu untuk beribadah kepada Allah (QS Adz-Dzariyat: 56, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”).
Namun, banyak di antara kita yang malah terjebak dalam kesombongan, sebagaimana dijelaskan dalam surah Al-A’raf (7:146), bahwa orang yang sombong kepada Allah akan dijauhkan dari jalan-Nya dan akhirnya berada di luar perlindungan-Nya.
Mungkin ada di antara kita yang tidak merespons peringatan Allah bukan karena sengaja mengabaikannya, tetapi karena alasan kesibukan atau keterlambatan. Bagi orang-orang yang beralasan demikian, renungkanlah pertanyaan dari Allah dalam surah Al-Hadid (57:16): “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diberi Al-Kitab, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Pertanyaan ini menggambarkan kondisi banyak manusia yang, meski telah diberikan cukup waktu, masih enggan tunduk dan patuh pada peringatan Allah. Hati mereka malah semakin mengeras dan sebagian besar dari mereka akhirnya menjadi fasik.
Lebih dari sekadar peringatan, Al-Qur’an juga menyampaikan ancaman serius dalam surah Al-A’raf (7:179) bahwa Allah menjadikan neraka Jahanam sebagai tempat bagi orang-orang yang memiliki hati, tetapi tidak dipergunakan untuk memahami ayat-ayat Allah.
Mereka memiliki mata, tetapi tidak digunakan untuk melihat tanda-tanda kekuasaan-Nya, dan mereka memiliki telinga, tetapi tidak digunakan untuk mendengar kebenaran. Allah menegaskan bahwa mereka seperti binatang, bahkan lebih buruk lagi.
Ketika mendengar ancaman ini, mungkin ada sebagian orang yang berpikir bahwa Allah tidak Maha Pengasih dan Penyayang. Namun, hal tersebut keliru. Allah sesungguhnya Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Dalam surah At-Taubah (9:115), Allah menegaskan bahwa Dia tidak akan menyesatkan suatu kaum setelah mereka diberi petunjuk, hingga menjadi jelas bagi mereka apa yang harus mereka waspadai. Artinya, Allah memberikan kesempatan dan rentang waktu kepada manusia untuk memperbaiki diri sebelum keputusan akhir diberikan.
Namun, waktu yang Allah berikan tidak selamanya. Oleh karena itu, kita harus senantiasa mengingat peringatan dari surah Al-Hadid (57:16), agar tidak menyia-nyiakan waktu dan tidak terjerumus menjadi golongan yang fasik. Renungkanlah teguran-teguran dari ayat-ayat Al-Qur’an yang telah disebutkan, dan ingatlah bahwa menjadi orang yang benar-benar bertuhan adalah milik mereka yang berhasil mempelajari dan mengajarkan kitab Allah, yaitu Al-Qur’an.(husni fahro)